Rabu, 31 Juli 2019

Kisah Wanita Yang Pernah Menjadi Guru Imam Syafi’I

Ini dongeng wacana wanita suci, cicit dari Nabi Muhammad saw. Ia juga seorang ilmuwan terkemuka di masanya, sehingga Imam Syafi’i pun belajar padanya. Sayyidah Nafisah (145 H -208 H), itulah namanya. Makamnya di Kairo, Mesir, hingga kini masih dipenuhi para peziarah.

Di luar masjid Sayyidah Nafisah, dijual buku yang mengupas biografi wanita yang disebut-sebut sebagai sumber pengetahuan keislaman yang berharga (Nafisah al-‘Ilm), pemberani, sekaligus ‘abidah zahidah (tekun menjalani ritual dan asketis). Bahkan, sebagian orang mengatagorikannya sebagai wali wanita dengan sejumlah karomah.

Sejak kecil, Sayyidah Nafisah sudah hafal Al-Qur’an dan setiap selesai membaca Al-Qur’an dia selalu berdoa, “Ya Allah, mudahkanlah saya untuk berziarah ke makam Nabi Ibrahim”. Beliau memahami bahwa Nabi Ibrahim yaitu bapak moneteisme sejati, sekalligus bapak Nabi Muhammad lewat jalur Nabi Ismail yang notabene keturunan Nabi Ibrahim. Sedangkan Sayyidah Nafisah sendiri yaitu keturunan dari Nabi Muhammad saw.

Dengan mengunjungi makam Nabi Ibrahim, boleh jadi dia berharap menarik benang merah usaha para leluhurnya. Ketika Allah mengabulkan doanya dan dia sanggup berziarah ke makam kakek moyangnya, Nabi Ibrahim, terjadilah insiden spiritual.

Ketika dia berusia 44 tahun, dia tiba di Kairo pada 26 Ramadhan 193 H. Kabar kedatangan wanita yang luar biasa ini telah menyebar luas. Beliau pun disambut oleh penduduk Kairo yang merasa bersyukur didatangi oleh Sayyidah Nafisah. Ratusan orang tiap hari tiba hendak menemuinya. Dari mulai berkonsultasi, meminta doa ataupun mendengar nasihat dan ilmu darinya.

Bahkan, dikabarkan banyak yang hingga bermalam di luar kediamannya, menunggu kesempatan untuk sanggup bertemu beliau. Lambat laun, Sayyidah Nafisah merasa waktunya tersita melayani umat. Beliau memutuskan untuk meninggalkan Kairo dan kembali ke Madinah semoga sanggup berdekatan dengan makam kakeknya, Nabi Muhammad saw.

Tapi, penduduk Kairo keberatan dan memelas semoga Sayyidah Nafisah membatalkan keputusannya untuk pulang kampung ke Madinah. Gubernur Mesir turun tangan. Ia melobi Sayyidah Nafisah untuk bertahan di Kairo. Gubernur menyediakan daerah yang lebih besar baginya, sehingga kediamannya sanggup menampung umat lebih banyak. Gubernur juga menyarankan semoga dia mendapatkan umat hanya pada hari Rabu dan Sabtu saja. Di luar waktu itu, dia sanggup kembali berkhalwat beribadah menyendiri.

Gubernur menunggu beberapa saat. Sementara Sayyidah Nafisah terlihat diam, menunggu petunjuk Allah. Akhirnya, setelah menerima izin-Nya, dia pun mendapatkan proposal Gubernur dan memutuskan tinggal di Kairo hingga final hidup menjemputnya.

Sebelum tiba di Mesir, Imam Syafi’i sudah usang mendengar ketokohan ulama wanita ini dan mendengar pula bahwa banyak ulama yang tiba ke rumahnya untuk mendengarkan pengajian dan ceramahnya. Imam Syafi’i tiba ke kota ini 5 tahun setelah Sayyidah Nafisah.

Beberapa waktu kemudian, Imam Syafi’i meminta bertemu dengannya di rumahnya. Sayyidah Nafisah menyambutnya dengan seluruh kehangatan dan kegembiraan. Perjumpaan itu dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan yang sering. Masing-masing saling mengagumi tingkat kesarjanaan dan intelektualitasnya.

Bila Imam Syafi’i berangkat untuk mengajar di masjidnya di Fustat, ia mampir ke rumahnya. Begitu juga ketika pulang kembali ke rumahnya. Dikabarkan bahwa Imam Syafi’i yaitu ulama yang paling sering bersama Sayyidah Nafisah dan mengaji kepadanya, justru dalam status Imam Syafi’i sebagai tokoh besar dalam bidang seruan al-fiqh dan fiqh.

Makam Sayyidah Nafisah


Kita tahu bahwa sebelum tiba ke Mesir, Imam Syafi’i sudah terlebih dahulu populer dan harum namanya di Baghdad. Fatwa-fatwa Imam Syafi’i di Baghdad dikenal sebagai ‘qaul qadim’, sedangkan pedoman dia di Kairo dikategorikan sebagai ‘qaul jadid’. Pada Ramadhan, Imam Syafi’i juga sering shalat Tarawih bersama Sayyidah Nafisah di masjid ulama wanita ini.

Begitulah kedekatan kedua orang andal ini. Manakala Imam Syafi’i sakit, ia mengutus sahabatnya untuk meminta Sayyidah Nafisah mendoakan bagi kesembuhannya. Begitu sahabatnya kembali, sang Imam tampak sudah sembuh. Ketika dalam beberapa waktu kemudian Imam Syafi’i sakit parah, sobat tersebut dimintanya kembali menemui Sayyidah Nafisah untuk keperluan yang sama, meminta didoakan.

Kali ini, Sayyidah Nafisah hanya mengatakan, “Semoga Allah memberinya kegembiraan ketika berjumpa dengan-Nya”. Mendengar ucapan sobat sekaligus gurunya itu, Imam Syafi’i segera paham bahwa waktunya sudah akan tiba.

Imam Syafi’i kemudian berwasiat kepada murid utamanya, al-Buwaithi, meminta semoga Sayyidah Nafisah menyalati jenazahnya bila kelak dirinya wafat. Ketika Imam Syafi’i wafat, jenazahnya kemudian dibawa ke rumah sang ulama wanita tersebut untuk dishalatkan.

Menurut KH. Husein Muhammad, di antara nasihat Sayyidah Nafisah kepada para muridnya adalah:

1.) Jika kalian ingin berkecukupan, tidak menjadi miskin, bacalah surah al-Waqi’ah.

2.) Jika kalian ingin tetap dalam keimanan Islam, bacalah surah al-Mulk.

3.) Jika kalian ingin tidak kehausan pada hari dikumpulkan di akhirat, bacalah surah al-Fatihah.

4.) Jika kalian ingin minum air telaga Nabi di akhirat, maka bacalah surah al-Kautsar.

Sayyidah Nafisah yaitu fakta sejarah bahwa seorang wanita sanggup menjadi seorang ulama tersohor, bahkan menjadi guru bagi seorang Imam Syafi’i. Kita merindukan munculnya Sayyidah Nafisah berikutnya di dunia Islam.

Penulis: Nadirsyah Hosen, Rais Syuriyah PCI Nahdlatul Ulama, Australia dan New Zealand

Load comments