Selasa, 09 April 2019

Kisah Utusan Kaisar Romawi Memuji Kesederhanaan Khalifah Umar

Maulana Jalaluddin Rumi dalam masterpricenya, al-Matsnawi, mengisahkan, bahwa pada suatu dikala seorang penasihat kekaisaran Byzantium dari Constantinople tiba untuk menghadap Khalifah Umar di Madinah. 

Penasihat itu yaitu seorang filsuf, cendekiawan, dan negarawan terkemuka. Setelah memasuki Madinah, utusan dari Byzantium itu merasa heran alasannya yaitu tidak melihat adanya istana kekhalifahan. Ia kemudian bertanya kepada salah seorang penduduk Madinah.

“Dimanakah istana raja kalian?”tanya sang utusan. Orang yang ditanya oleh ksatria Byzantium itu hanya tersenyum, dan dijawabnya: “Raja kami tidak mempunyai istana megah, alasannya yaitu istana termegahnya yaitu hati dan ruhnya sendiri yang senantiasa diterangi oleh cahaya takwa.”

Utusan kekaisaran Byzantium itu merasa heran. Ia kemudian kembali bertanya. “Lalu dimanakah raja kalian yang namanya sekarang tersohor itu, penakluk dua benua, penakluk dua imperium, Persia dan Byzantium itu?” tanya sang utusan.

“Tidakkah tadi engkau sadar, di bawah pohon kurma yang gres saja engkau lewati itu, seorang lelaki tengah memandikan dan memperlihatkan makan kepada seekor unta?” kata seorang penduduk Madinah.

“Mengapa memang?” tanya sang utusan semakin penasaran.

“Itulah sang khalifah dambaan kami, Umar bin Khaththab. Ia tengah memberi makan dan memandikan unta milik baitul mal, milik belum dewasa yatim dan para janda.” terang seorang penduduk Madinah

Utusan itu kemudian tergetar. Ia benar-benar telah melihat sesosok raja besar yang sangat bersahaja. 

“Beritahu saya lebih jauh lagi wacana orang mulia itu,” kata sang utusan Romawi.

“Bersihkanlah dahulu hatimu dari kotoran-kotoran duniawi, terangi ia dengan cahaya lentera ketaatan, barulah engkau dapat mengenalnya dengan baik, dan akan melihat kemegahan istana sang khalifah kami yang berupa ketakwaan, dan engkau pun dapat memasuki istana itu bersamanya,” pinta seorang penduduk Madinah



Utusan itu kemudian mendekati Khalifah Umar, dan bertanya mengapa ia melaksanakan pekerjaan kotor ini, memandikan unta dan memberinya makan. Tidakkah hal tersebut dapat dilakukan oleh bawahannya?

Khalifah Umar berkata: “Ini yaitu tanggung jawabku, tuan. Unta ini yaitu milik belum dewasa yatim dan para janda, milik rakyatku yang sepenuhnya menjadi tanggungan dan tanggung jawabku. Aku takut bila kelak Allah akan menanyakan kepadaku sejauh mana saya memimpin rakyat-rakyatku, apakah mereka menderita dan merasa ditelantarkan dan tak diurus olehku ...”

Sang utusan pun kian terguncang. Ia melihat sosok negarawan ideal yang selama ini digambarkan dalam kitab Republik Plato itu benar-benar ada di hadapannya.  Tak usang kemudian, sang utusan Byzantium itu pun bersyahadat dan mengikrarkan keislamannya di hadapan Khalifah Umar.

Wallahu A’lam

Load comments