Senin, 22 April 2019

Hikmah Bersuci Berdasarkan Imam Al-Ghazali

Catatan sejarah penyebaran Islam di Nusantara tidak terlepas dari para pendakwah yang berhaluan tasawuf, terutama dilakukan oleh para Wali Songo. Berbagai sumber sejarah, kitab-kitab klasik, dan manuskrip tidak sedikit yang berisi ajaran-ajaran tasawuf yang berkaitan dengan penyucian lahir dan batin, ibarat yang ada di Serat Centini.

Mengkaji ihwal tasawuf tentu tidak lepas dari seorang hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali. Namun, tidak hanya ilmu pembukaan hati (mukasyafah), tetapi Al-Ghazali juga mengajarkan ilmu pengamalannya (mu’amalah). Hal ini menunjukkan bahwa Al-Ghazali mengintegrasikan antara ilmu syariat dan hakikat.

Al-Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin menegaskan sikapnya terkait dikotomi ilmu tasawuf dan syariat berupa aturan fiqih. Ia menentang keras orang-orang tasawuf yang mengingkari ibadah ritual. Justru berdasarkan pengarang kitab Ihya’ Ulumiddin ini, ibadah ritual perlu dikembangkan dan dipelihara dengan menanamkan arti, makna, dan belakang layar amaliah di balik kandungan ritual ibadah tersebut.

Sebagai pola bersuci atau berwudhu, berdasarkan Al-Ghazali tidak cukup hanya menuangkan air dan membersihkan tubuh dari kotoran dan najis, tetapi jauh lebih dari itu, yakni meliputi:

Pertama, membersihkan lahir (anggota-anggota badan) dan hadats serta banyak sekali kotoran. Kedua, membersihkan hati dari tingkah laris dan budbahasa tercela. Ketiga, menyucikan anggota tubuh dari perbuatan-perbuatan dosa. Keempat, membersihkan diri dari dedikasi selain Allah SWT.

Makam Imam Al-Ghazali


Berdasarkan pedoman Al-Ghazali itulah para penganut taswauf di Jawa pada era ke-19 dan era ke-19 mengajarkan tiga tingkatan bersuci dan empat tingkatan shalat yang bukan hanya sekadar acara lahiriah semata, tetapi juga proses batiniah.

Prinsip pedoman esoteris dan eksoteris yang disampaikan Al-Ghazali di atas juga termaktub dalam Serat Centini. Dalam kitab Centini, tiga tingkatan bersuci dimaksud ialah, pertama, bersuci membersihkan tubuh atau raga dengan air sebagaiaman berwudhu dan mandi. Kedua, bersuci membersihkan lisan secara lahir dan batin sehingga tidak hanya dalam pengertian makan, tetapi juga baik dalam kata dan tutur. Ketiga, bersuci membersihkan hati.

Adapun empat tingkatan shalat dalam kitab Centini ialah, pertama, sembah raga. Ini sama dengan shalat dalam syariat. Kedua, sembah cipta yang dapat disamakan dengan proses bertarekat. Ketiga, sembah jiwa atau hakikat, dan keempat, sembah rasa atau yang dikenal sebagai proses menuju ma’rifat.

Ketiga tingkatan bersuci dan keempat tingkatan shalat tersebut harus dilaksanakan secara utuh, lengkap, dan dihentikan hanya salah satu saja. Hal ini sesuai dengan prinsip pedoman syariat dan hakikat dari Imam Al-Ghazali yang harus menyatu satu sama lain.

Wallahu A’lam

Load comments