Senin, 08 April 2019

Doa Mohon Ampunan Dari Allah Versi Para Nabi

Dosa, kesalahan, kealpaan, dan kekhilafan merupakan sesuatu yang lazim bagi umat manusia. Sebagian nabi sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur’an memperlihatkan keteladanan ihwal perilaku orang yang terlanjur berdosa dan terjerumus dalam jurang kesalahan.

Berikut ini ialah lafal tobat Nabi Adam as. dan Siti Hawa atau legalisasi kesalahan keduanya yang diabadikan dalam surah Al-A‘raf berikut ini.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Rabbanā zhalamnā anfusanā. Wa illam taghfir lanā wa tarhamnā, lanakūnanna minal khāsirīna.

“Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami, pasti kami termasuk hamba-Mu yang merugi,” (QS. Al-A‘raf: 23)

Sementara berikut ini ialah lafal pertobatan Nabi Yunus as. di dalam tiga kegelapan, yaitu kegelapan malam, kegelapan di bawah permukaan laut, dan kegelapan di dalam perut ikan.

لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

Lā ilāha illā anta. Subhānaka innī kuntu minaz zhālimīna.

 “Tiada dewa selain Engkau. Maha Suci Engkau, gotong royong saya termasuk orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Anbiya: 87)

Al-Qur’an menceritakan bahwa bila saja Nabi Yunus as. bukan termasuk orang yang gemar bertasbih, pasti ia akan tetap berada di dalam tiga kegelapan itu sampai hari simpulan zaman tiba.

Sementara Rasulullah saw. sendiri juga mengajarkan lafal legalisasi dosa. Rasulullah saw. mengajarkan lafal atau doa tobat ini kepada Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq ra. yang seharusnya dibaca di dalam shalat. Ulama lalu menganjurkan kita membaca doa ini sehabis membaca tasyahud simpulan dan sebelum salam.

اَللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا, وَلَا يَغْفِرُ اَلذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ, فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ, وَارْحَمْنِي, إِنَّكَ أَنْتَ اَلْغَفُورُ اَلرَّحِيمُ

Allāhumma innī zhalamtu nafsī zhulman katsīran (tercatat “kabīran” pada sebagian riwayat), wa lā yaghfirud dzunūba illā anta, faghfir lī maghfiratan min ‘indika, warhamnī, innaka antal ghafūrur rahīmu.

“Tuhanku, sungguh saya telah menganiaya diri sendiri dengan penganiayaan yang banyak (sebagian riwayat ‘yang besar’). Tiada yang sanggup mengampuninya kecuali Engkau. Anugerahkanlah ampunan dari sisi-Mu. Rahmatilah aku. Sungguh, Engkau Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang,” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pada riwayat lain, Nabi Muhammad saw. menyerupai diriwayatkan oleh sobat Abu Musa Al-Asy‘ari membaca doa berikut ini:

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطِيْئَتِي وَجَهْلِي، وَإِسْرَافِي فِي أَمْرِي، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي جِدِّي وَهَزْلِي؛ وَخَطَئِي وَعَمْدِي؛ وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِي، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ المُقَدِّمُ، وَأَنْتَ المُؤَخِّرُ، وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Allāhummaghfir lī khathī’atī wa jahlī, wa isrāfī fī amrī, wa mā anta a‘lamu bihī minnī. Allāhummaghfir lī jiddī wa hazlī, wa khatha’ī wa ‘amdī. Wa kullu dzālika ‘indī. Allāhummaghfir lī mā qadamtu wa mā akhkhartu, wa mā asrartu, wa mā a‘lantu, wa mā anta a‘lamu bihī minnī. Antal muqaddimu wa antal mu’akhkhiru, wa anta ‘alā kulli syai’in qadīrun.

“Tuhanku, ampunilah kekeliruan dan kebodohanku, kelewatanbatasku dalam sebuah hal, dan dosaku yang mana Engkau lebih tahu dariku. Tuhanku, ampunilah dosaku dalam serius dan gurauanku, kekeliruan dan kesengajaanku. Apa pun itu semua berasal dariku. Tuhanku, ampunilah dosaku yang terdahulu dan terkemudian, dosa yang kusembunyikan dan kunyatakan, dan dosa yang mana Engkau lebih tahu dariku. Engkau Maha Terdahulu. Engkau Maha Terkemudian. Engkau Maha Kuasa ata segala sesuatu,” (HR. Bukhari dan Muslim)



Sayyid Bakri bin M Sayyid Syatho Dimyathi dalam karyanya I‘anatut Tholibin mengutip ucapan Syekh Abdul Wahhab Sya’roni:

عن سيدي عبد الوهاب الشعراني ـ نفعنا الله به ـ أن من واظب على قراءة هذين البيتين في كل يوم جمعة، توفاه الله على الإسلام من غير شك، وهما:

إِلَهِيْ لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلًا   وَلَا أَقْوَى عَلَى نَارِ الجَحِيْمِ

فَهَبْ لِيْ تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبِيْ   فَإِنَكَ غَافِرُ الذَنْبِ العَظِيْمِ

“Dari Syekh Abdul Wahhab Sya’roni -semoga Allah memperlihatkan maslahat kepada kita berkat Syekh Wahhab- bahwa siapa saja yang melanggengkan dua bait ini setiap hari Jum’at, maka Allah akan ambil ruhnya dalam keadaan Islam tanpa ragu sedikitpun.” Kedua bait syair itu berbunyi: 

Ilahi lastu lil Firdausi ahla # Wa la aqwa ala naril jahimi 

Fa hab li taubatan waghfir dzunubi # Fainnaka ghafirudz dzanbil ‘azhimi.

(Tuhanku, saya bukanlah penghuni yang pantas masuk surga-Mu. Aku pun tidak sanggup masuk neraka. Karena itu, bukalah pintu tobat-Mu. Ampunilah segenap dosaku. Karena sungguh Engkau ialah Zat yang Maha Pengampun).

Semua lafal ini baik diucapkan sesering mungkin sebagai lafal yang baik dalam hal legalisasi dosa dan pertobatan. 

Wallahu A‘lam

Load comments