Senin, 01 April 2019

Cara Mendidik Anak Yang Sesuai Dengan Hadits Nabi

Persoalan pendidikan anak di dalam keluarga ialah problem yang sangat banyak dibicarakan. Sebagian orang bahkan beranggapan bahwa pendidikan anak yang paling utama bukan di dingklik sekolah, namun justru yang paling penting ialah tahapan pendidikan di dalam keluarga. 

Namun tidak banyak yang mengetahui bagaimana anutan Islam mengenai pendidikan anak, khususnya berkenaan dengan cara memperlihatkan pendidikan dalam level usia yang berbeda. Sebab tentu perbedaan usia mensugesti pada perbedaan pendekatan dalam melaksanakan pendidikan pada anak dalam keluarga sebagaimana tuntunan Islam.

Dalam hal ini, Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ) Tebuireng, Jombang, KH. Ahmad Mustain Syafi’i menjelaskan beberapa fase berbeda dalam mendidik anak yang sayangnya, tak jarang tahapan fase ini kerap kali tidak dipahami oleh para orang bau tanah sehingga mengakibatkan kekeliruan dalam mendidik anak-anaknya. Pembagian tahapan ini sesuai dengan anutan Nabi Muhammad saw. yang tersirat dalam beberapa hadits Nabi.

Ada tiga fase secara umum yang dibagi oleh Kiai Mustain yaitu tahap awal 0-7 tahun, tahap dua 7-14 tahun dan tahap tiga 14-21 tahun.

Pada tahap pertama, seorang anak akan menghabiskan waktunya untuk bermain. "Saat anak kita berumur 0-7 tahun maka pendidikan yang cocok ialah bermain. Karena pada ketika itu fase seorang anak ialah dunia bermain. Namun demikian, pada tahap ini seorang anak tetap harus dididik dan dipantau oleh orang dewasa. Seperti Nabi menyuruh mengajari anak shalat pada usia 7 tahun," kata KH. Ahmad Mustain Syafi’i

Selanjutnya pakar tafsir Al-Qur’an ini menambahkan, dalam fase kedua yaitu ketika anak berumur 7-14 tahun, jenis pendidikan yang cocok untuk seorang anak ialah pengajaran tabiat dan tata karma, bila perlu disertai pemaksaan. "Nabi berpesan, jikalau anak sudah berusia 10 tahun dan anak tidak shalat maka diperbolehkan untuk dipukul. Usia ini diajarkan tata krama terhadap sang Khaliq, kepada orang bau tanah dan manusia," tambahnya.

Pada fase berikutnya, lanjut Kiai Mustain, yaitu umur 14-21 tahun, cara mendidik anak yaitu dengan pendekatan dialogis. Dalam tahap ini seorang anak diajak dan diajarkan untuk menceritakan wacana masalah yang dihadapinya. Pada tahap ini kehadiran orang bau tanah sangat diharapkan untuk mendengarkan dongeng anak.

Di usia ini, bawah umur lebih butuh perhatian, butuh diakui dan didengarkan pendapatnya. Bila orang bau tanah tidak tanggap maka anak akan lari dan pergi mencari 'pelampiasan' ke sesuatu yang lain untuk mendapat perhatian yang tidak beliau dapatkan dari orang tuanya. Makin menghawatirkan lagi alasannya pada ketika usia ini, seorang anak mulai mempunyai ketertarikan pada lawan jenis.

"14 tahun ke atas anak ialah teman orang tua. Makara pendekatannya dialogis. Kita perlu ingat pesan Khalil Gibran: 'Anakmu bukan anakmu. Kamu sanggup mengembangkan rumah untuk raganya, tapi tidak untuk jiwanya'," ungkap Kiai Mustain.

Dikatakannya, terkadang dalam mendidik anak orang bau tanah seringkali menganggap jikalau putra-putrinya masih anak-anak. Sehingga diperlakukan kayak anak-anak. "Ketika menasihati anak lewat pengecap itu rawan menyakiti perasaan, kadang anak merasa bukan anak kecil lagi. Maka doa menjadi senjata utama," ujarnya.



Allah mencontohkan orang bau tanah yang mendoakan anak-anaknya. Seperti dalam  Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 36, ada teladan doa Maryam untuk bayinya. Doa Nabi Ibrahim untuk anak turunnya juga banyak di Al-Qur’an. Misalnya surah Ibrahim ayat 40-41. Sehingga banyak anak turun Nabi Ibrahim yang jadi Nabi. "Tradisi Nabi-Nabi ialah mendoakan anak-anaknya," tandas Kiai Mustain.

Fase di atas sangat penting diketahui oleh orang bau tanah baik pria dan wanita lantaran mereka berdua berperan sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Keduanya memegang peranan penting dan strategis dalam mendidik anak-anaknya. Hal ini sesuai dengan firman Allah, “Wahai orang-orang yang beriman. Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...” (QS. At-Tahrim: 6).

Rasulullah saw. dalam sebuah hadistnya bersabda, “Tidak  ada seorang anak Bani Adam, kecuali dilahirkan di atas fitrahnya, (jika demikian) maka kedua orangtuanya itulah orang menjadikannya Yahudi, atau Katolik atau Majusi, ...” (Muttafaqun ‘alaih). 

Dalam hadits yang lain Rasulullah saw. bersabda, “Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jikalau tidak mau mengerjakannya ketika berusia sepuluh tahun,” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad dan Hakim).

Makna yang terkandung dalam firman Allah dan hadits di atas sejalan dengan pendapat spesialis pendidikan, Dr. Decroly  yang menyatakan bahwa, 70 persen dari bawah umur yang jatuh ke dalam jurang kejahatan itu berasal dari keluarga-keluarga yang rusak kehidupannya.

Oleh lantaran itu, orangtua mempunyai tugas yang sangat penting dalam membentuk moral kepribadian anak, yaitu melalui pendidikan yang dipraktikkan melalui perilaku perbuatan atau teladan dalam kehidupan sehari-hari.

Wallahu A’lam

Load comments