Ada kisah unik tiba kepada saya wacana salah satu sisi kehidupan Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari. Cerita itu tiba dari KH.R. Abdus Syahir, seorang kiai kampung di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan, Madura. Kiai Syahir mempunyai sepupu berjulukan KH.R. Abdul Majid Tamim, seorang kiai yang mengasuh sebuah pesantren di Jember yang tak lain merupakan salah seorang murid pribadi KH. Hasyim Asy’ari di Tebuireng, Jombang.
Kiai Syahir menceritakan kepada saya, bahwa Kiai Abdul Majid bercerita kepadanya mengenai keunikan Kiai Hasyim Asy’ari saat mengaji Ilmu Tafsir Al-Qur’an. Dikatakan bahwa, setiap kali Kiai Majid mengaji kitab tafsir kepada Kiai Hasyim Asy’ari, ia melihat bahwa kitab yang ada di hadapan Kiai Hasyim Asy’ari ialah Al-Qur’an saja tanpa membawa kitab tafsir yang sedang dikajinya. Dalam proses mengajarnya Kiai Hasyim Asy’ari membacakan satu atau beberapa ayat Al-Qur’an kepada para santrinya kemudian kemudian diterangkan tafsirnya. Menariknya adalah, klarifikasi Kiai Hasyim Asy’ari sesuai dengan isi dalam kitab tafsir yang sedang dikaji.
“Jadi, kata mas Majid, Kiai Hasyim Asy’ari itu unik dan hebat. Beliau membaca Al-Qur’an yang ada di depannya, kemudian menjelaskan tafsir ayat tersebut sesuai kitab tafsir yang ada di depan santrinya,” kata Kiai Syahir bercerita kepada saya.
Uniknya lagi, metode tersebut tidak hanya berlaku untuk satu kitab tafsir saja, melainkan semua kitab tafsir yang dikaji di Tebuireng, mulai Kitab Tafsir Jalalain, Tafsir Shawi dan yang lain-lain yang diajarkan Kiai Hasyim Asy’ari pada para santri.
“Kalau Kiai Hasyim Asy’ari itu jago hadits memang sudah masyhur dan wajar. Saya sudah sering mendengar kabar mengenai itu. Tapi Mas Majid menceritakan kepada saya keahlian dalam Tafsir Al-Qur’an.” kata Kiai Syahir menambahkan.
Demikianlah sekelumit kisah yang menegaskan kompetensi keilmuan Kiai Hasyim Asy’ari itu. Kiranya kemasyhuran dan kealimannya memang sudah selayaknya diakui di kalangan umat Islam bukan hanya di Nusantara, melainkan juga secara Internasional.
Profil Singkat KH.R. Abdul Majid Tamim
Kiai Abdul Majid sendiri lahir pada 1922 dan wafat pada tahun 2004. Semasa muda ia mondok di Tebuireng, Jombang, tepatnya pada pertengahan tahun 1930-an hingga awal tahun 1940-an dia mengaji pribadi kepada Kiai Hasyim Asy’ari. Setelah lulus, Kiai Majid populer sebagai penulis produktif di Madura. Oleh peneliti sejarah Indonesia berkebangsaan Belanda, Martin Van Bruinnessen dalam penelitiannya berjudul“Kitab Kuning: Books In Arabic Script Used In Pesantren Milieu”, Kiai Majid Tamim disebut sebagai salah satu tokoh yang berjasa dan banyak melaksanakan penerjemahan kitab-kitab salaf ke dalam bahasa Madura.
Memang banyak kitab yang telah ia terjemahkan ke dalam Madura dari banyak sekali cabang keilmuan Islam menyerupai fiqih, hadist, shorof, mulai dari kitab Safinah An-Najah, Sullam Taufiq, Muqaddimah Hadlramiyah, Nadham Al-Maqshud hingg kitab Tafsir Jalalain. Selain itu dia juga menulis kitab Tafsir Al-Mar’ah Al-Shalihah dan kitab “At-Tashrif”. Rata-rata karya tulis dan terjemahan Kiai Majid diterbitkan di Maktabah Salim Nabhan Surabaya.
Dari kisah singkat di atas kita sanggup mengenal lebih dalam kisah wacana penguasaan KH. Hasyim Asy’ari pada sejumlah bidang keilmuan dalam Islam termasuk ilmu tafsir Al-Qur’an. Tak hanya itu dari tangan beliau, banyak lahir ulama Nusantara menyerupai KH.R. Abdul Majid Tamim yang memberi sumbangsih begitu besar pada penyebaran fatwa Islam. Cerita ini sekaligus memperkuat eksistensi Pesantren Tebuireng sebagai pencetak kader ulama.
Setelah mengenal lebih jauh, patutlah kita mengirim hadiah Al-Fatihah untuk KH. Hasyim Asy’ari dan KH. R. Abdul Majid Tamim. Lahuma Al-Fatihah.