Minggu, 03 Maret 2019

Sejarah Walisongo Versi Maulana Habib Lutfi Bin Yahya

Sebenarnya Walisongo di Indonesia itu tidak hanya yang biasa dikatakan oleh hebat sejarah. Maulana Habib Luthfi bin Yahya mengisahkan sejarah Wali Songo yang tidak terekam oleh para hebat sejarah. Ahli sejarah itu membuatnya menurut kepentingan politik. Menurut Habib Luthfi, wali songo itu ada lima generasi.

Generasi pertama dipimpin oleh Syaikh Jamaludin Husein atau Syeikh Jumadil Kubra yang membawahi delapan wali lainnya. Sebagian terpencar di Sumatera.

Generasi kedua dipimpin oleh Syaikh Maulana Al-Malik Ibrahim yang membawahi delapan wali lainnya diantaranya Sayyidina Imam Quthub Syarif bin Abdullah Wonobodro, Syaikh Muhammad Sunan Geseng, Sayyid Ibrahim, Sunan Gribig, Amir Rahmatillah Sunan Tembayen, Imam Ali Ahmad Hisamuddin (Cinangka, Banten lama), al-Imam Ahmad Zainul Alam.

Generasi ketiga dipimpin oleh Imam Maulana Ibrahim Asmoroqond /Pandito Ratu (Tuban, Gresik) yang membawahi delapan sunan, diantaranya: Sunan Ali Al-Murtadlo (Genjang), Wali Lanang (Maulana Ishaq), Imam Ahmad Rahmatillah (Sunan Ampel), Sayyid Jalal Tuban, Syaikh Datuk Kahfi/Dzatul Kahfi/Sayyid Mahdi Cirebon, Syaikh Muhammad Yusuf Parang Tritis Jogja, Syaikh Maulana Babullah (Belabenung).

Generasi keempat dipimpin oleh Imam Ahmad Rahmatillah (Sunan Ampel) yang membawahi delapan sunan diantaranya: Sultan Abdul Fatah, Sunan Drajat, Syaikh Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syaikh Maulana Utsman Haji, Syaikh Muhammad bin Abdurrahman (Sunan Mejagung), Syaikh Maulana Ja’far Shadiq (Sunan Kudus), Sayyid Abdul Jalil (Sunan Bagus Jeporo, Bukan Syaikh Siti Jenar).

Generasi kelima dipimpin oleh Sunan Bonang yang membawahi delapan wali, diantaranya Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, Sultan Trenggono, Sunan Zainal Abidin/Qadli Demak, Sunan Muria.



Pada masa Syaikh Jamaluddin Husein usaha dititikberatkan pada keorganisasian, dedikasi, ekonomi. Kemudian dilanjutkan dalam dunia pendidikan dan pengkaderan pada masa Sayyid Malik Ibrahim, sehingga sanggup memasuki wilayah kerajaan tanpa campur tangan politik dan (imbalan) ekonomi. Selanjutnya pada masa Syaikh Asmaraqandi, mulai dilakukan pengaturan struktur organisasi sebagai media dakwah serta memperkuat perekonomian dan spiritual.

Selanjutnya pada masa Sunan Ampel dilanjutkan dengan pemetaan geografi dan antropologi, pembangunan ekonomi dan pertanian, pengelolaan tanah hadiah dari Hayam Wuruk dan Gajah Mada, sehingga bisa menghidupi dakwah dan pendidikan. Selain itu, kerapian organisasi lebih disempurnakan sehingga melahirkan ketatanegaraan/negarawan, ekonomi, pertanian, yang diantaranya dipegang oleh putra beliau, Maulana Hasyim, seorang ulama, fuqaha, tasawuf, ekonom, dan bisa memberdayakan ekonomi umat, sehingga orang-orang fakir, miskin, belum dewasa yatim, dan para siswa terjamin hidupnya.

Sunan Bonang; merupakan seorang yang ‘allamah, membidangi segala ilmu, guru besar dari para sultan/ratu, senopati, adipati, tumenggung, dan guru para wali dan ulama. Kedudukan dia shulthaan al-auliyaa’ fii zamaanihi.

Imam Ja’far Shadiq (Sunan Kudus); merupakan seorang muhaddits dan faqih, mahir ilmu kelautan, ekonomi, dan contoh pendidikan sehingga bisa menyejahterakan kerajaan dan lingkungan, serta seorang budayawan.

Sunan Kalijaga;  merupakan seorang ‘alim yang sangat memahami budaya, sekalipun aliran-aliran dan agama lain, sehingga bisa mengendalikan segala aliran, dari situ dia menerima gelar Kalijogo (kalinya aliran-aliran). Disamping itu, dia merupakan budayawan, seniman, pengarang gending dan lagu yang berbentuk puisi ataupun syair. Beliau juga seorang dalang yang bisa memadukan dari mahabharata menjadi carangan, dari carangan menjadi karangan dan karangan itu menjadi pakem para dalang. Media tersebut juga menjadi media dakwah.

Sunan Giri (Muhammad ‘Ainul Yaqin); merupakan seorang yang mahir hukum, mufti di zamannya dan fatwanya sangat ditaati, imbas dia hingga pada anak cucunya, diantara keabsahan para sultan di jawa, beliaulah yang melantiknya.

Sultan Abdul Fatah; merupakan seorang ‘alim bijaksana, luas wawasannya dalam kebangsaan, seorang negarawan, seorang politisi yang sangat rapi dalam mengatur struktur pemerintahan di zamannya, imbas dia hingga malaka bahkan Turki di zaman itu.

Syaikh Ali Zainal Abidin / Qadli Demak; merupakan orang yang ‘allamah, kebijakan-kebijakan dia dalam syariat sangat dihargai pada waktu itu, dia sangat sukses dalam menjaga pemerintahan, keamanan, dan pertahanan nasional.

Sunan Gunung Jati; merupakan orang yang sangat ‘allamah, negarawan, budayawan, hebat strategi, pengaruhnya sangat luar biasa di kalangan muslim maupun non muslim, disegani dan dicintai umat, serta menjadi pelindung umat dan bangsa.

Sunan Muria; merupakan shulthaan al-Auliyaa’ fii zamanihi, pembesar hebat thariqah, budayawan, seniman, ekonom. Pengaruh dia sangat luar biasa dari semua kalangan menengah, atas, dan bawah. Pertumbuhan thariqoh di zamannya mekar. Beliau pendamai dan sangat disegani dan dicintai umat.

Sunan Bagus Jeporo (Syaikh Abdul Jalil); merupakan seorang sufi yang faqih, pengendali dari bentuk gejolak yang akan membawa perpecahan, sehingga tumbuh kedamaian dan ketentraman. Syaikh Abdul Jalil ini bukan Syaikh Abdul Jalil yang disebut Syaikh Siti Jenar.

Demikianlah Siroh singkat Wali Songo yang disampaikan Habib Muhammad Luthfi Yahya di ndalem dia pada hari jumat tanggal 13 April 2012, yaitu saat kami dari Idarah ‘Aliyah MATAN berkonsultasi terhadap contoh pengkaderan di MATAN, kemudian dia memberi masukan supaya contoh pengkaderan di MATAN menyerupai dongeng Wali Songo.

Semoga kita bisa mengambil pelajaran, hikmah, dan menimbulkan dongeng di atas sebagai teladan untuk gerak dan usaha kita. Amien. Al-Fatihah

bangkitmedia.com

Load comments