Minggu, 03 Maret 2019

Pembunuhan Khalifah Utsman Akhir Gerakan Politisasi Agama

Menurut sejarawan al-Thabari, mayat kakek bau tanah itu terpaksa, “bertahan dua malam alasannya yakni tidak sanggup dikuburkan”. Ketika mayat itu disemayamkan, tak ada orang yang shalat untuknya. Siapa saja dihentikan menyalatinya. Jasad orang bau tanah berumur 83 itu bahkan diludahi dan salah satu persendiannya dipatahkan. Karena tak sanggup dikuburkan di pemakaman Islam, maka terpaksa dimakamkan di Hisy Kaukab, wilayah pekuburan Yahudi.

Siapa dia?

Dia yakni Utsman bin Affan, khalifah ke-3. Sahabat Rasul yang diangkat sebagai khalifah pada tahun 644 itu–melalui sebuah musyawarah terbatas antara lima orang. 12 tahun kekhalifahannya berujung pada pembunuhan. Para pembunuhnya bukan orang Majusi, bukan pula orang yang murtad, tapi orang Islam sendiri yang bersepakat memberontak.

Pada tahun 661 M, sehabis lima tahun memimpin, Ali dibunuh dengan pedang beracun. Ali bin Abi Thalib khalifah ke-4 itu wafat sehabis dua hari kesakitan.

Siapakah pembunuhnya? Bukan orang Yahudi atau orang kafir tetapi orang Islam sendiri yang diketahui pengetahuan agamanya luas. Dia yakni Abdurrahman bin Muljam Al-Muradi, yakni orang yang di kenal sangat taat dalam aqidah. Ia spesialis ibadah, andal shalat dan puasa, dan penghafal Al-Qur’an. Sebagai eksekusi alasannya yakni membunuh Ali, tangan dan kakinya dipenggal, matanya dicungkil, dan lidahnya dipotong. Mayatnya dibakar.

Kekerasan dibalas kekerasan. Tidak ada aturan yang beradab dalam konteks politik. Padahal Islam tidak mengajarkan itu. Tetapi politisasi agama punya dalil untuk itu.

Pertanyaannya yakni mengapa hingga orang Islam membunuh khalifah Utsman yang terang sahabat terbaik Rasul, dan Nabi sendiri telah menjamin ia akan masuk surga. Mengapa hingga orang tega membunuh Ali yang terang keluarga Nabi dan juga menantu Nabi Muhammad.

Contoh politisasi agama
Demi nafsu politik mereka menghalalkan segala cara


Mengapa? Ternyata sumber duduk perkara soal politik kekuasaan. Ya politisasi Islam. Mereka yang kebelet ingin berkuasa menebarkan fitnah dan ujaran kebencian terhadap penguasa. Tentu memakai dalil cocokologi. Akibatnya menyerupai halnya Abdurrahman bin Muljam Al-Muradi, alasannya yakni karam dalam fitnah Khawarij, ia menjadi pembunuh. Menurut Sabda Nabi, kelompok Khawarij yakni kaum yang banyak membaca Al-Qur’an tetapi tidak memahami apa yang dibaca. Bahkan memahaminya dengan pemahaman yang menyimpang dari kebenaran. Merekalah sesungguhnya musuh Islam. Musuh peradaban.

Dalam sejarah Islam—sebagaimana yang umumnya sudah diketahui. Jika Islam dipolitisir, yang terjadi yakni sebuah riwayat panjang wacana arus yang surut. Penyair muslim kelahiran India, Hussain Hali (1837-1914), yang menggambarkan bagaimana peradaban yang pernah jaya pada kurun ke-8 itu balasannya ”tak memperoleh penghormatan dalam ilmu, tak menonjol dalam karya dan industri”.

Yang kemudian berlangsung yakni Islam yang hanya sibuk dengan urusan langit dan lupa akan bumi yang mengharuskan bersaing mendapat kemakmuran dengan jerih, ikhtiar atas dasar iptek. Politisasi Islam output nya hanyalah kumpulan orang yang tak henti menyalahkan siapapun. Aksi 212 itu yakni output dari politisasi Islam. Mereka tidak mendapat kehormatan dalam peradaban cinta dan kasih sayang dan terpinggir dengan sendirinya dari kemajuan zaman.

bangkitmedia.com

Load comments