Senin, 25 Maret 2019

Kisah Mayat Khalifah Utsman Dilempari Watu Oleh Khawarij

Setelah munculnya sosok Dzul Khuwaishirah pada masa Rasulullah yang telah dibahas pada artikel sebelumnya, agresi Khawarij tercatat muncul kembali di masa Khalifah Utsman bin Affan radliyallahu ‘anhu. Bila sebelumnya hanya ada “gugatan pribadi” pada Rasulullah, di kurun ini mereka mulai membentuk kekuatan politik yang nyata. 

Kebiasaan mereka untuk melawan pemerintah yang sedang berkuasa dimulai semenjak kurun Utsman ini. Kudeta yang mereka lakukan itu kemudian dibungkus sedemikian rupa atas nama amar ma’ruf nahi mungkar untuk memancing emosi massa sehingga memperlancar perebutan kekuasaan yang mereka lancarkan.

Pembunuhan Utsman tercatat sebagai perbuatan yang amat sadis di mana Khalifah ketiga yang dua kali dipilih menjadi menantu oleh Rasulullah itu dibunuh dengan kejam. Jenazah tokoh mulia itu pun dibiarkan tanpa dikubur. Sebagian sejarawan menyebutkan bahwa mayat Utsman tak dikuburkan hingga tiga hari dan sebagian lagi menyampaikan selama dua hari (Ibnu Jarir, Tarikh at-Thabari, IV: 412-413). Namun riwayat itu ditentang oleh sebagian ulama lantaran secara tidak pribadi mengindikasikan adanya pembiaran dari para sahabat atas mayat Utsman. Ibnu Hazm mengatakan:

وأما قول من قال أنه رضي الله عنه أقام مطروحاً على مزبلة ثلاثة أيام فكذب بحت، وإفك موضوع، وتوليد من لا حياء في وجهه؛ بل قتل عشية ودفن من ليلته رضي الله عنه، شهد دفنه طائفة من الصحابة وهم جبير بن مطعم وأبو الجهم بن حيفة وعبد الله بن الزبير ومكرم بن نيار وجماعة غيرهم. هذا ما لا يتمارى فيه أحد ممن له علم بالأخبار

“Adapun perkataan orang yang menyampaikan bahwa Utsman dibiarkan terbuang di kawasan sampah selama tiga hari yaitu kebohongan murni, hoaks yang dibuat-buat dan pekerjaan orang yang tak punya malu. Yang benar ia dibunuh sore hari kemudian dimakamkan di malam harinya, semoga Allah meridhoinya. Pemakamannya disaksikan oleh sebagian sahabat, yaitu Jubair bin Math’am, Abu al-Jahm bin Hifah, Abdullah bin Zubair, Mukrim bin Niyar dan lainnya. Ini yaitu hal yang tak diperdebatkan oleh seorang pun yang mengerti sejarah.” (Ibnu Hazm, al-Fashl Fi-al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal, juz IV, hal. 123). 

Pemakaman tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi di malam hari. Pada awalnya mereka hendak memakamkan dia di Baqi’, sebuah area pemakaman kaum Muslimin, namun diketahui oleh sebagian Khawarij kemudian dilarang, bahkan jenazahnya dilempari batu. Akhirnya mayat mulia itu dimakamkan di Hasy Kaukab, sebuah kebun milik Utsman yang dibeli dari seorang Anshar berjulukan Kaukab. Lokasi kebun itu bersebelahan dengan area Baqi’ dan dikemudian hari menjadi satu dengan Baqi’. (Ibnu Jarir, Tarikh at-Thabari, juz IV, hal. 413-415). 

Penolakan para Khawarij itu pada penguburan Utsman di area Baqi’ tak lain lantaran dalam budi jahat mereka, Khalifah Utsman sudah tak layak dimakamkan di pemakaman kaum Muslimin. Para sahabat pun terpaksa menyembunyikan lokasi makam tokoh mulia ini semoga tak dirusak oleh mereka.

Ibnu Katsir menceritakan bahwa siasat keji Khawarij tersebut dilakukan secara bersiklus sebagai berikut:

أَنَّ هَؤُلَاءِ الْخَوَارِجَ لَمَّا اغْتَنَمُوا غَيْبَةَ كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ فِي أَيَّامِ الْحَجِّ، وَلَمْ تَقْدِمِ الْجُيُوشُ مِنَ الْآفَاقِ لِلنُّصْرَةِ، بَلْ لَمَّا اقْتَرَبَ مَجِيئُهُمْ، انْتَهَزُوا فُرْصَتَهُمْ، قَبَّحَهُمُ اللَّهُ، وَصَنَعُوا مَا صَنَعُوا مِنَ الْأَمْرِ الْعَظِيمِ ... أَنَّ هَؤُلَاءِ الْخَوَارِجُ كَانُوا قَرِيبًا مِنْ أَلْفَيْ مُقَاتِلٍ مِنَ الْأَبْطَالِ، وَرُبَّمَا لَمْ يَكُنْ فِي أَهْلِ الْمَدِينَةِ هَذِهِ الْعِدَّةُ مِنَ الْمُقَاتِلَةِ، لِأَنَّ النَّاسَ كَانُوا فِي الثُّغُورِ وَفِي الْأَقَالِيمِ فِي كُلِّ جِهَةٍ، ومع هذا كان كثير من الصحابة اعْتَزَلَ هَذِهِ الْفِتْنَةَ وَلَزِمُوا بُيُوتَهُمْ

“Para Khawarij itu dikala menerima kesempatan dengan perginya banyak penduduk Madinah di hari-hari Haji dan para prajurit Muslim belum tiba dari aneka macam penjuru untuk memperlihatkan pertolongan. Maka tatkala para prajurit itu hampir hingga ke Madinah, mereka memakai kesempatan itu dan melaksanakan sesuatu yang amat berat, semoga Allah memperlihatkan keburukan pada mereka... Mereka berjumlah sekitar 2000 prajurit sedangkan di Madinah sendiri tak terdapat prajurit sebanyak ini lantaran mereka sedang berada di pos-pos jaga dan di aneka macam penjuru, ditambah para sahabat sendiri banyak yang menjauhi konflik ini dan berdiam di dalam rumah mereka”. (Ibnu Katsir, al-Bidayah wan-Nihayah, juz VII, hal. 197). 

Konspirasi Khawarij itu juga dicatat oleh Syekh al-Ajurri sebagai berikut:

لم يختلف العلماء قديماً وحديثاً أن الخوارج قوم سوء، عصاة لله –عز وجل- ولرسوله -صلى الله عليه وسلّم-، وإن صلّوا وصاموا، واجتهدوا في العبادة، فليس ذلك بنافع لهم، وإن أظهروا الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وليس ذلك بنافع لهم؛ لأنهم قوم يتأولون القرآن على ما يهوون، ويموّهون على المسلمين . ..ثُمَّ إِنَّهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ خَرَجُوا مِنْ بُلْدَانٍ شَتَّى، وَاجْتَمَعُوا وَأَظْهَرُوا الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ، حَتَّى قَدِمُوا الْمَدِينَةَ، فَقَتَلُوا عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَقَدِ اجْتَهَدَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّنْ كَانَ بِالْمَدِينَةِ فِي أَنْ لَا يُقْتَلَ عُثْمَانُ، فَمَا أَطَاقُوا عَلَى ذَلِكَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ

“Para ulama klasik dan kontemporer tak berbeda pendapat bahwa Khawarij yaitu kaum yang jelek dan bermaksiat kepada Allah. Meskipun mereka menampakkan amar ma’ruf nahi mungkar  tetaplah tak berkhasiat lantaran mereka mengartikan Al-Qur’an sesuai selera mereka dan memburukkan gambaran kaum Muslimin. ...  Kemudian sesudah itu, para Khawarij keluar dari aneka macam negeri dan berkumpul menampakkan amar ma’ruf nahi mungkar  hingga mereka tiba di Madinah kemudian membunuh Utsman bin Affan ra. Para sahabat Rasulullah yang ada di Madinah berusaha semoga Utsman tak dibunuh, tapi bujukan para sahabat tak berhasil”. (al-Ajurri, asy-Syari’ah, juz I, hal. 327).

Yang menarik dari klarifikasi al-Ajurri ini yaitu klaim Khawarij bahwa tindakan mereka yaitu amar ma’ruf nahi mungkar. Mereka menampakkan diri seolah mereka sedang berjuang untuk kebenaran dengan cara mengudeta Utsman yang mereka anggap sebagai pemimpin yang zalim. Namun demikian, sejarah justru mencatat tindakan mereka dengan serba jelek lantaran tindakan berlebihan menyerupai itu tak dibenarkan oleh agama.



Khalifah Utsman bin Affan sewaktu dalam kepungan memperlihatkan sebuah firasat bahwa jikalau dirinya dibunuh, maka kaum Muslimin akan terpecah belah selamanya. Dari Hasan, diceritakan bahwa Utsman berkata:

لئن قتلوني لا يقاتلون عدوا جميعا أبدا، ولا يقتسمون فيئا جميعا أبدا، ولا يصلون جميعا أبدا

“Apabila mereka membunuhku, maka mereka tak akan memerangi musuh bersama lagi selamanya dan tak akan membagi harta rampasan perang bersama lagi selamanya dan tak akan shalat bersama lagi selamanya.” (adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’, juz II, hal. 479).

Firasat Utsman tersebut benar, insiden pembunuhannya menjadi pemantik terpecah belahnya kaum Muslimin menjadi banyak golongan dan mereka tak pernah satu barisan lagi hingga sekarang. Itu semua diawali oleh tindakan ndeso para Khawarij yang mereka anggap sebagai amar ma’ruf nahi mungkar. Sebab itulah, budi Khawarij menyerupai itu harus selalu diwaspadai supaya kaum Muslimin tak semakin terkotak-kotak lagi. 

Wallahu A’lam

Load comments