Selasa, 12 Maret 2019

Kisah Kakeknya Habib Luthfi Berguru Pada Kiai Sholeh Darat

Kakek Habib Luthfi bin Ali bin Yahya berjulukan Habib Hasyim bin Yahya ialah putra dari Habib Umar bin Hasan bin Toha bin Yahya. Sebelum lahir, Habib Umar (kakek buyut Habib Luthfi yang dimakamkan di Indramayu) pernah berencana memberi nama calon putranya dengan nama Abdullah. Namun, oleh Habib Hasan (kakek canggah Habib Luthfi, dimakamkan di Penang, Malaysia), calon cucunya diminta berjulukan Hasyim.

Mengapa lebih menentukan nama Hasyim daripada Abdullah, tidak ada keterangan lebih lanjut. Yang pasti, Hasyim ialah nama terkenal yang sangat kuat di Jawa waktu itu. Buktinya, Habib Hasyim bin Yahya memang hidup sezaman dengan pendiri NU, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Sama-sama Hasyim, sama-sama dzurriyah Nabi, dan sama-sama berpengaruh. Barangkali, inilah pesan yang tersirat dibalik pemilihan nama Hasyim daripada Abdullah.

Di usia 6 tahun, kakek Habib Luthfi tersebut pernah diambil oleh Nabi Khidir dari abahnya, Habib Umar bin Yahya, selama 9 tahun, untuk dididik dan dibersihkan hatinya. Beliau kembali dikala usia 15 tahun dan melanjutkan berguru (mondok) di Yaman.

Usai dari Yaman, Habib Hasyim lalu diperintah abahnya nyantri kepada KH. Sholeh Darat di Kampung Darat Semarang. Syaratnya, ia dihentikan mengenalkan diri sebagai putra Habib Umar bin Yahya (guru KH. Sholeh Darat), dan dihentikan menggunakan fam sadat “bin Yahya” di belakangnya.

Saat mendaftar menjadi santri KH. Sholeh Darat pun, Habib Umar tidak mengantarkan eksklusif putranya itu. Akibatnya, Kiai Sholeh Darat tidak mengetahui siapa bahwasanya santri barunya itu.

Habib Hasyim bakir balig cukup akal lalu diperlakukan ibarat santri biasa, yang tidur di lantai, memasak, ngaji, ro’an, gotong royong santri lainnya. Kiai Sholeh Darat juga biasa memerintah Habib Hasyim untuk keperluan pondok dan ndalem, ibarat santri lainnya juga.



Suatu kali, Kiai Sholeh Darat mendengar ada seorang habib muda di Pekalongan, yang dikabarkan mempunyai kealiman dan karomah berjulukan Hasyim.

Dari Semarang, Kiai Sholeh Darat naik kereta hingga ke stasiun Pekalongan. Oleh Habib Hasyim, Kiai Sholeh Darat dijemput dengan andong kuda yang disopiri muridnya tersebut, yang juga dimohon mampir ke rumahnya terlebih dulu. “Mampir ke rumah saya kiai,” demikian pinta Habib Hasyim kepada gurunya.

Tamu di rumah Habib Hasyim ternyata sesak dipenuhi para tamu yang memanggilnya dengan sebutan “ndoro”. Kiai Sholeh Darat pun gres mengetahui jikalau rumah tersebut dikenalnya sebagai ndalem guru beliau, Habib Umar bin Hasan bin Toha bin Yahya. Betapa kagetnya beliau.

“Hasyim, kau putranya Ndoro Umar kah?” tanya Kiai Sholeh Darat

“Betul, kiai,” jawab Habib Hasyim.

“Mengapa dari dulu kau tidak memberitahuku?” kata Kiai Sholeh Darat

“Kalau saya beri tahu, kiai niscaya akan membelikan kasur,” jawabnya.

Sejak itulah KH. Sholeh Darat mengetahui jikalau muridnya ialah putra sang guru.

Demi menjaga keikhlasan menjadi murid ngaji, Habib Hasyim diminta oleh abahnya supaya tidak menggunakan nama fam sadat di belakangnya. 

Keterangan: 
Kisah ini dituturkan oleh Habib Luthfi bin Yahya, didengar eksklusif oleh penulis dari murid khalifah thariqah ia di Jepara, KH. Masduki Ridlwan di rumahnya Sowan, Kedung, Jepara pada Sabtu Malam Ahad Pahing (2 Maret 2019) usai Isya'. Saksi penuturan cerita ini ialah ibu penulis dan salah satu Pengurus Pusat MATAN, Syukron Makmun (Bugel).

badriologi.com

Load comments