Senin, 18 Maret 2019

Doa Yang Boleh Dipanjatkan Untuk Non-Muslim Yang Baik

Islam mengajarkan berbuat baik kepada siapa saja, bahkan kepada apa saja. Pesan bahwa Rasulullah diutus sebagai penebar kasih sayang bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin) merupakan legitimasi dari sikap tersebut. Sebagaimana pula Allah yang diyakini sebagai rabbul 'alamin (Tuhan bagi seluruh alam).

Begitu pula kepada non-muslim. Islam memang mempunyai garis tegas secara iktikad yang berbeda dari agama-agama lain. Islam juga tak menoleransi semua aliran dan sikap yang berseberangan dengan prinsip tauhid. Tapi bukan berarti perbedaan itu mesti merenggangkan tali silaturahim dan pergaulan secara masuk akal dalam masyarakat. 

Itu pula yang diteladankan Rasulullah. Beliau bergaul secara baik dengan siapa saja dan dari kelas mana saja. Hingga orang-orang yang tak mengikuti risalahnya pun menaruh simpatik kepadanya. Seperti terungkap dalam hadits dari Anas radliyallahu ‘anhu bahwa tatkala Nabi membutuhkan minum seorang laki-laki dari kalangan Yahudi memberinya air. Rasulullah pun membalasnya dengan doa “Jammalakallah (semoga Allah memperelok dirimu)”. Berkat doa ini, orang Yahudi tersebut tak mempunyai uban satu pun sampai simpulan hayatnya.

Atas hadits ini ulama bersepakat perihal kebolehan mendoakan dzimmi (non-muslim yang taat terhadap konstitusi), menyerupai doa atas kesehatan badannya, kelancaran rezekinya, sukses pekerjaannya, dan lain sebagainya. Demikian Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi (Imam An-Nawawi) dalam kitab Al-Adzkar. Redaksi kalimat dan jenis bahasa doa sanggup menyesuaikan konteksnya.



Imam An-Nawawi juga menjelaskan bahwa tak boleh mendoakan dzimmi dengan permohonan ampunan. Pendapat ini muncul sebab secara teologi memang ada perbedaan antara Muslim dan non-muslim. Tapi dia membolehkan doa-doa yang bersifat umum yang berkaitan dengan hal-hal duniawi.

يجوزُ أن يُدعى بالهداية وصحةِ البدن والعافية وشبهِ ذلك

“Boleh mendoakannya supaya menerima petunjuk, sehat badan, dan cukup rezeki, dan sejenisnya.” (Lihat Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Adzkar, Penerbit Darul Hadits, Kairo, Mesir)

Wallahu A’lam

Load comments