Senin, 18 Maret 2019

Cara Nabi Mengatasi Agresi Teror Dalam Masyarakat

Pangkal dari terorisme diantaranya ialah alasannya ketidakadilan, kebencian yang mendalam kepada orang lain, dan pemahaman terhadap sesuatu hal secara ekstrem. Aksi terorisme dan kekerasan tidak hanya terjadi baru-baru ini saja, namun itu juga ada di sepanjang sejarah umat manusia. Termasuk pada zaman Nabi Muhammad saw. 

Salah satu bukti agresi terorisme juga terjadi pada masa Nabi Muhammad saw. ialah pengukuhan Ja’far bin Abi Thalib ketika hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Kepada Raja Najasyi, Ja’far bin Abi Thalib memberikan keadaan masyarakat musyrik Makkah yang tidak segan menumpahkan darah dan penuh dengan agresi kekerasan. 

“Wahai raja, kami ialah kaum yang melaksanakan kemusyrikan, kami menyembah berhala, memakan bangkai, berbuat jahat kepada tetangga, menghalalkan yang haram antar sesama kami ibarat menumpahkan darah, dan yang lainnya,” kata Ja’far sebagaimana terekam dalam kitab As-Sirah An-Nabawiyyah (Ibnu Hisyam).

Kehadiran Nabi Muhammad saw. di tengah-tengah masyarakat yang ibarat itu seolah menjadi titik terperinci untuk mewujudkan masyarakat yang harmonis, damai, dan saling menghormati serta menghapuskan kehidupan masyarakat yang penuh teror dan kekerasan. Sebagaimana dikutip dari buku Rasulullah Teladan untuk Semesta Alam (Raghib As-Sirjani, 2011), dengan membawa risalah Islam, Nabi Muhammad saw. memperlihatkan setidaknya tiga hal untuk mengatasi atau menghilangkan aksi-aksi terorisme yang mendera suatu masyarakat. 

Pertama, mengembangkan ruh kasih sayang dan keadilan tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, dan gender. Nabi Muhammad saw. selalu menekankan kepada para sahabatnya untuk berlaku adil kepada siapapun, termasuk kepada non-Muslim. Juga mencurahkan kasih sayang kepada sesama meskipun ia beda.

Alkisah, suatu ketika ada sekelompok Yahudi yang tiba kepada Nabi Muhammad saw. Ketika hingga di depan bilik Nabi Muhammad saw., mereka lantas mengucapkan Assamu ‘alaikum (semoga kematian untuk kalian). Iya, mereka mendoakan yang buruk untuk Nabi Muhammad saw. Sayyidah Aisyah yang dikala itu tengah bersama Nabi Muhammad saw. tidak terima dengan salam laknat yang disampaikan sekelompok Yahudi itu. 

“Dan bagi kalian kematian dan laknat,” timpal Sayyidah Aisyah. 

Mendengar hal itu, Nabi Muhammad saw. pribadi menegur Sayyidah Aisyah. Beliau meminta supaya istrinya itu menjauhi berkata kotor dan kekerasan, meski didoakan yang tidak baik. Nabi Muhammad saw. juga mengingatkan Sayyidah Aisyah bahwa Allah menyayangi berbelas kasih dalam segala perkara.


Kedua, mengasihi mereka yang tidak tahu dan berbuat salah. Nabi Muhammad saw. tidak lantas menghukum mereka yang tidak tahu dan berbuat salah. Bahkan sebaliknya, Nabi Muhammad saw. memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang. Nabi Muhammad saw. sadar bahwa perlakuan kasih sayang kepada mereka yang tidak tahu dan berbuat salah akan membuatnya lunak. Sebaliknya, kalau seandainya dikerasin maka sanggup saja mereka nantinya akan balas dendam dan berbuat kekerasan.

Terkait hal ini, ada sebuah dongeng menarik. Pada dikala itu, Nabi Muhammad dan sebagian sahabatnya sedang duduk-duduk di dalam masjid. Tiba-tiba tiba seorang badui. Dia masuk ke dalam masjid dan kencing di dalamnya. Para sobat yang melihat kelakuan orang badui itu geram dan berniat untuk menghentikannya. Namun Nabi Muhammad saw. mencegahnya. Beliau malah menyuruh para sahabatnya untuk membiarkan orang badui itu hingga jawaban kencing.

“Sesungguhnya masjid-masjid itu tidak layak untuk (dijadikan tempat) kencing dan kotoran. Ia hanya untuk berdzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al-Qur’an,” kata Nabi Muhammad saw. dengan lembut kepada orang badui itu sehabis ia menuntaskan hajatnya. Nabi Muhammad saw. kemudian meminta para sahabatnya untuk mengambil seember air dan menyiramkannya ke daerah yang dikencingi orang badui itu.   

Aksi Teror ISIS


Ketiga, mengedepankan nilai-nilai moderat atau tidak berlebih-lebihan. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad saw. pernah menyampaikan kalau sebaik-baiknya suatu kasus ialah yang tengah-tengah. Tidak terlalu ekstrim ke kanan. Juga tidak terlalu ekstrim ke kiri. Begitu pun dalam memahami agama ataupun hal lainnya.

Karena kalau seseorang sudah pada level berlebih-lebihan dalam suatu hal, maka ia menganggap kalau kebenaran hanya ada pada dirinya dan kelompoknya. Dia cenderung akan memaksakan kehendaknya kepada orang yang berbeda pendapat dan sanggup menuntun kepada kekerasan. Berlebih-lebihan dalam memahami atau menganut suatu hal juga sangat berpotensi untuk menihilkan yang lain. Mereka menganggap bahwa mereka yang berbeda dengan diri dan kelompoknya ialah sebuah ancaman. Oleh balasannya harus dilenyapkan.

Begitu ah solusi Nabi Muhammad saw. untuk mengatasi problem terorisme dan kekerasan.  Beliau selalu menenkankan untuk mencurahkan kasih sayang, menegakkan keadilan, dan bersikap moderat atau tidak berlebih-lebihan dalam hal apapun dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang serasi dan damai. Kalau seandainya nilai-nilai itu sudah tersebar ke seluruh penjuru dunia dan menyasar siapapun, maka tidak akan ada lagi aksi-aksi terorisme dan radikalisme.

Wallahu A’lam

Load comments