Senin, 18 Maret 2019

Cara Menentukan Pasangan Hidup Berdasarkan Al-Qur’An

Berpasang-pasangan merupakan fitrah manusia. Laki-laki dan perempuan ini diikat oleh tali suci pernikahan. Pernikahan dalam Islam diatur dalam syariat, termasuk menentukan kriteria calon istri maupun calon suami.

Pakar Tafsir Prof. D.r Muhammad Quraisy Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur’an (2000) menerangkan, Al-Qur’an tidak menentukan secara rinci ihwal siapa yang dikawini, tetapi hal tersebut diserahkan kepada selera masing-masing:

“...maka kawinilah siapa yang kau senangi dari wanita-wanita...” (QS An-Nisa [4]: 3)

Meskipun demikian, Nabi Muhammad saw. menyatakan, biasanya perempuan dinikahi sebab hartanya, atau keturunannya, atau kecantikannya, atau sebab agamanya. Jatuhkan pilihanmu atas yang beragama, (karena kalau tidak) engkau akan sengsara (Diriwayatkan melalui Abu Hurairah).

Di kawasan lain, Al-Qur’an memperlihatkan petunjuk, bahwa Laki-laki yang berzina tidak (pantas) mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak pantas dikawini melainkan oleh pria yang berzina atau pria musyrik (QS. An-Nur/24: 3).

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh pria yang berzina atau pria musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (QS. An-Nur/24: 3)

Kesimpulannya, menyerupai pesan surah An-Nur/24: 26, wanita-wanita yang keji yakni untuk pria yang keji dan pria yang keji yakni untuk wanita-wanita yang keji. Dan Wanita-wanita yang baik yakni untuk pria yang baik, dan pria yang baik yakni untuk wanita-wanita yang baik (pula).

“Wanita-wanita yang keji yakni untuk pria yang keji, dan pria yang keji yakni buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik yakni untuk pria yang baik dan pria yang baik yakni untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu higienis dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (QS. An-Nur/24: 26)



Al-Qur’an merinci siapa saja yang dilarang dikawini  seorang laki-laki.

“Diharamkan kepada kau mengawini ibu-ibu kamu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, bawah umur perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, bawah umur perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusukan kamu, saudara perempuan sepesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), bawah umur istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kau campuri, tetapi bila kau belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kau ceraikan), maka tidak berdosa kau mengawininya; (dan diharamkan juga bagi kamu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan diharamkan juga mengawini wanita-wanita yang bersuami.” (QS An-Nisa'/4: 23-24)

Kalaulah larangan mengawini istri orang lain merupakan sesuatu yang sanggup dimengerti, maka mengapa selain itu --yang disebut di atas-- juga diharamkan? Di sini aneka macam tanggapan sanggup dikemukakan.

Ada yang menegaskan bahwa perkawinan antara keluarga dekat, sanggup melahirkan anak cucu yang lemah jasmani dan rohani. Ada juga yang meninjau dari segi keharusan menjaga hubungan kekerabatan biar tidak menjadikan perselisihan atau perceraian sebagaimana yang sanggup terjadi antar suami istri. 

Ada lagi yang memandang bahwa sebagian yang disebut di atas, berkedudukan semacam anak, saudara, dan ibu kandung, yang kesemuanya harus  dilindungi dari rasa birahi. Ada lagi yang memahami larangan perkawinan antara kerabat sebagai upaya Al-Qur’an memperluas hubungan antarkeluarga lain dalam rangka mengukuhkan satu masyarakat.

Wallahu A’lam

Load comments