Kamis, 07 Maret 2019

Alasan Bilal Bin Rabah Ditunjuk Nabi Menjadi Muadzin

Bilal bin Rabah ialah seorang budak berkulit hitam yang berasal dari Habasyah (Ethiopia). Majikannya, Umayyah bin Khalaf, ialah salah satu elit musyrik Makkah yang sangat menentang Rasulullah dan dakwah Islam. Bilal mulai tertarik dengan Islam ketika sering mendengar Umayyah bin Khalaf dan teman-temannya ‘membicarakan’ Rasulullah dan Islam. 

Singkat cerita, balasannya Bilal menemui Rasulullah dan menyatakan diri masuk Islam. Umayah bin Khalaf yang mengetahui budaknya masuk Islam murka besar. Berbagai macam tindakan garang dan sadis dilakukan untuk memurtadkan Bilal. Mulai menjemur Bilal di padang pasir tanpa pakaian hingga menjatuhinya watu besar. Tapi bilal tetap keukeuh dengan keyakinan barunya, Islam.

Abu Bakar memerdekakan Bilal bin Rabah sehabis mengetahui keadaannya yang begitu malang. Semenjak itu, Bilal selalu berada di erat Rasulullah. Ia ikut berhijrah bersama Rasulullah dan para sahabat lainnya. Tempat tinggal Bilal pun tidak jauh dengan rumah Rasulullah ketika di Madinah. Bilal menjadi ahlu shuffah dan tinggal di emperan (serambi) Masjid Nabawi bersama para sahabat lainnya, sementara Rasulullah tinggal di sebuah bilik yang masih menyambung dengan Masjid Nabawi.    

Di dalam Islam, semua insan itu mempunyai derajat yang sama. Hanya ketakwaannya yang menciptakan mereka mulia di sisi Allah, bukan warna kulit, suku, atau rasnya. Hal itulah yang dialami Bilal. Meskipun ia berkulit hitam, berambut keriting, dan berlatar belakang budak namun Bilal yang dipilih Rasulullah untuk mengemban kiprah yang mulia, yaitu menjadi muadzin pertama. 

Tentu saja ada omongan miring terkait hal ini. Terutama dikala Bilal mengumandangkan adzan di atas Ka’bah ketika tragedi Fathu Makkah. Kata mereka, apakah pantas budak hitam adzan di atas Ka’bah.



Lantas apa yang menyebabkan Bilal dipilih untuk menjadi muadzin pertama? Merujuk buku Ash-Shuffah, setidaknya ada empat alasan mengapa Bilal diangkat menjadi penyeru umat Islam untuk shalat untuk yang pertama kalinya:

Pertama, Bilal mempunyai bunyi yang lantang dan merdu. Mungkin ini menjadi faktor pertama mengapa Rasulullah memperlihatkan kiprah kepada Bilal untuk menjadi muadzin pertama dalam Islam. Dikisahkan bahwa siapapun akan bergetar hatinya manakala mendengar Bilal bin Rabah mengumandangkan adzan atau membaca Al-Qur’an.  

Kedua, Bilal sangat menghayati kalimat-kalimat adzan. Ketika Bilal masih menjadi budak Umayah bin Khalaf, beliau disiksa dengan siksaan yang sangat keras semoga keluar dari Islam. Mulai diseret dan dijemur di padang pasir dengan tanpa pakaian hingga dijatuhi watu besar sempurna di atas dadanya. Bilal bergeming. Dia bahkan terus mengucapkan ahad, ahad, ahad, ketika disiksa. 

Pengangkatan Bilal sebagai muadzin pertama merupakan penghargaan kepadanya. Mengapa? Karena apa yang diucapkan Bilal ketika disiksa -ahad, ahad, ahad- mempunyai unsur persamaan dengan kalimat-kalimat adzan, yaitu tauhid atau meng-Esa-kan Allah. 

Ketiga, Bilal mempunyai kesiplinan yang tinggi. Adzan dikumandangkan lima kali dalam sehari semalam. Waktunya pun sudah ditetapkan atau menjelang dilaksanakannya shalat fardhu. Untuk itu, diharapkan orang yang mempunyai kedisiplinan yang tinggi untuk mengemban kiprah sebagai muadzin. Dan Bilal bin Rabah ialah orang yang mempunyai kedisplinan yang tinggi itu. 

Empat, Bilal mempunyai keberanian. Untuk mengumandangkan adzan pada masa-masa awal dakwah Islam, maka diharapkan keberanian yang tinggi. Maklum saja, prinsip tauhid yang ada dalam kalimat adzan tentu saja bertentangan dengan kondisi masyarakat pada dikala itu, dimana kemusyrikan dan penolakan terhadap Islam masih kencang. Bilal sudah terbukti mempunyai keberanian yang tinggi. Disiksa sekeras apapun dikala menjadi budak, beliau tetap memegang teguh keyakinannya, Islam. 

Bilal terus mengumandangkan adzan. Namun dikala Rasulullah wafat, beliau tidak bersedia lagi menjadi muadzin. Alasannya, air mata Bilal niscaya akan bercucuran manakala hingga pada kalimat “Asyhadu anna Muhammadar-Rasulullah” sehingga membuatnya tidak kuasanya melanjutkan adzan. Bilal mengaku kenangan lamanya bersama Rasulullah akan muncul ketika hingga pada kalimat itu.

Khalifah Abu Bakar mencoba merayu Bilal untuk adzan lagi, namun usahanya tidak berhasil. Bilal bersedia untuk mengumandangkan adzan lagi ketika Khalifah Umar bin Khattab datang di Yerusalem. Atas ajakan umat Islam, Khalifah Umar meminta Bilal untuk adzan sekali lagi saja. Bilal balasannya naik mimbar dan adzan. Semua yang hadir menangis tersedu-sedu mendengar adzan Bilal lagi, termasuk Khalifah Umar. Dan itu menjadi adzan terakhir Bilal.

Wallahu A’lam

Load comments