Minggu, 03 Maret 2019

Akhir Tragis Karier Politik Khalifah Utsman Bin Affan

Biografi Khalifah Utsman bin Affan

Nama lengkap ia ialah Utsman bin Affan bin Abi al-’Ash bin Umayyah bin Abdi asy-Syams bin Abdi Manaf bin Qushayyi bin Kilab bin Murroh bin Ka’ab bin Luayyi bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’addu bin Adnan. Beliau menisbatkan dirinya kepada bani Umayyah, salah satu kabilah Quraisy. Ayahnya Affan ialah seorang saudagar yang kaya raya dari suku Quraisy-Umayyah. 

Nasab Utsman melalui garis ibunya bertemu dengan nasab Nabi Muhammad pada Abdi Manaf bin Qushayyi. Kalau Utsman bersambung melalui Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf. Baik suku Umayyah maupun suku Hasyim semenjak sebelum Islam sudah mengadakan persaingan dan permusuhan yang sangat keras. Setelah Islam datang, Nabi Muhammad berusaha mendamaikan kedua suku maupun suku-suku lain melalui ikatan perkawinan dan juga melancarkan dakwah Islam.

Utsman bin Affan dilahirkan di Thaif, sebagian pendapat ada yang menyampaikan di Mekah. Beliau lahir pada tahun 567 M, yakni enam tahun setelah tahun gajah, ia lebih muda dari Rasul selisih enam tahun. Ibu ia berjulukan Arwa binti Kuraiz bin Rabi’ah bin Hubaib bin Abdi Syams bin Abdi Manaf. Beliau tumbuh di atas adab yang mulia dan perangai yang baik. Beliau sangat pemalu, higienis jiwa dan suci lisannya, sangat sopan santun, pendiam dan tidak pernah menyakiti orang lain. Beliau suka ketenangan dan tidak suka keramaian, kegaduhan, perselisihan, dan teriakan keras. Beliau rela mengorbankan nyawanya demi untuk menjauhi hal-hal tersebut.

Sebelum memeluk Islam, ia sudah dikenal sebagai seorang pedagang yang kaya raya. Beliau juga mempunyai sifat-sifat mulia lainnya, seperti; sederhana, jujur, cerdas, shaleh, dan dermawan. Utsman bin Affan masuk Islam pada usia 34 tahun. Berawal dari kedekatannya dengan Abu Bakar, ia dengan sepenuh hati masuk Islam bersama sahabatnya Thalhah bin Ubaidillah. Meskipun masuk Islamnya menerima tantangan dari pamannya yang berjulukan Hakim, ia tetap pada pendiriannya. Karena pilihan agamanya tersebut, Hakim sempat menyiksa Utsman bin Affan dengan siksaan yang pedih.

Selain dikenal sebagai salah seorang sobat terdekat Nabi, ia juga dikenal sebagai seorang penulis wahyu. Beliau selalu bersama Rasulullah saw., dan selalu mengikuti semua peperangan kecuali perang Badar sebab Rasulullah saw. memerintahkan Utsman untuk menunggui istrinya, Ruqoyyah, yang ketika itu sedang sakit keras. Dan sebab kebaikan adab dan muamalahnya, ia dicintai oleh Quraisy, Nama panggilannya Abu Abdullah dan diberi gelar Dzunnurrain (yang mempunyai dua cahaya). Sebab digelari Dzunnuraian sebab ia menikahi dua putri Rasulullah yaitu: Ruqqoyah dan Ummu Kultsum. Ketika Ummu Kultsum wafat, Rasulullah menyampaikan bahwa sekiranya ia punya anak wanita yang ketiga, pasti akan dinikahkan dengan Utsman juga. Dari pernikahannya dengan Ruqoyyah lahirlah anak laki-laki. Tapi tidak hingga tumbuh besar, anaknya meninggal ketika berumur 6 tahun pada tahun 4 Hijriah. 

Beliau mempunyai 9 anak pria yaitu Abdullah al-Akbar, Abdullah al-Ashgar, Amru, Umar, Khalid al-Walid, Uban, Said dan Abdul Muluk dan 6 anak perempuan. Utsman bin Affan hidup di tengah orang-orang musyrikin Quraisy yang menyembah berhala-berhala, namun ia tidak menyukai kesyirikan, animisme dan dinamisme serta adat istiadat yang kotor. Beliau menjauhi segala bentuk kotoran jahiliyah yang mereka lakukan, ia tidak pernah berzina, membunuh, ataupun meminum khamr. 

Utsman ialah seorang pejuang tangguh. Perjuangannya dalam membela Islam tidak hanya dengan hartanya saja. Tapi juga raga dan nyawanya. Beliau sangat senang mengeluarkan hartanya demi kepentingan Islam. Hingga pernah mengirimkan setengah kekayaannya untuk usaha di medan perang. Pernah mendermakan 300 unta dan 50 kuda tunggangan. Begitu juga mendermakan 10.000 dinar yang diserahkan pribadi kepada Rasulullah. Rasulullah pun berkata; “Apa yang diperbuat pada hari ini, Utsman tidak akan merugi (di akhirat)” (HR.Tirmidzi). 

Pada waktu orang-orang membutuhkan air untuk keperluan dirinya dan binatang ternaknya, Utsman membeli sumber mata air dari Raumah yaitu seorang Yahudi, untuk diwakafkan kepada umum seharga 20.000,- dirham. Mengenai kedermawanannya, Abu Hurairah berkata: “Utsman bin Affan sudah membeli nirwana dari Rasulullah dua kali; pertama ketika mendermakan hartanya untuk mengirimkan pasukan ke medan perang. Kedua ketika membeli sumber air (dari Raumah)” (HR. Tirmidzi). 

Beliau wafat pada tahun 35 Hijriah  pada umur 82 tahun. Menjabat sebagai khalifah ketiga selama 12 tahun (24–36 H/ 644–656 M).

Karier Politik Utsman bin Affan 

Beliau merupakan salah seorang sobat terdekat Rasulullah, Utsman juga seorang penulis wahyu dan sekretarisnya. Beliau selalu berjuang bersama Rasulullah, Hijrah mengikuti Rasulullah dan berperang pada setiap peperangan kecuali perang Badar. Di kalangan bangsa Arab ia tergolong konglomerat, tetapi perilakunya sederhana. Selama tinggal di Madinah, ia menunjukkan komitmen sosialnya yang tinggi pada Islam. Seluruh hidupnya diabdikan untuk syiar agama Islam dan seluruh kekayaannya didermakan untuk kepentingan umat Islam. 

Selama pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab, Utsman menjadi pejabat yang amat dipercaya yaitu sebagai anggota dewan inti yang selalu diminta pendapatnya wacana masalah-masalah kenegaraan, contohnya masalah pengangkatan Umar. Seperti kesepakatan yang dikatakan khalifah Umar dalam pidato kenegaraannya sebagai khalifah, dia telah membentuk majlis khusus untuk pemilihan khalifah berikutnya. Majelis atau panitia pemilihan itu terdiri dari enam sobat dari aneka macam kelompok sosial yang ada. Mereka ialah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqas, dan Thalhah. Namun pada ketika pemilihan berlangsung, Thalhah tidak sempat hadir, sehingga tinggal berjumlah lima dari enam anggota panitia yang melaksanakan pemilihan.  

Salah seorang putra Umar, Abdullah, ditambahkan pada komisi di atas tetapi hanya punya hak pilih dan tidak berhak dipilih. Dewan tersebut dikenal dengan sebutan Ahlul Halli wa al-‘Aqdi dengan kiprah pokok menentukan siapa yang layak menjadi penerus Khalifah Umar bin Khattab dalam memerintah umat Islam. Suksesi pemilihan Khalifah ini dimaksudkan untuk menyatukan kembali kesatuan umat Islam yang pada ketika itu menunjukkan adanya indikasi disintegrasi. 

Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Abdurrahman bin Auf sebagai ketua tim pelaksanaan pemilihan khalifah, pasca wafatnya Umar bin Khattab, berkata kepada Utsman bin Affan di suatu tempat sebagai berikut: "Jika saya tidak membaiatmu (Utsman) maka siapa yang engkau usulkan?" Ia (Utsman) berkata: “Ali”. Kemudian ia (Abdurrahman bin Auf) berkata kepada Ali, "Jika saya tidak membaiatmu, maka siapa yang engkau usulkan untuk dibaiat?". Ali berkata: “Utsman”.

Kemudian Abdurrahman bin Auf bermusyawarah dengan tokoh-tokoh lainnya, ternyata lebih banyak didominasi menentukan Utsman sebagai khalifah. Memperhatikan percakapan dari dua sobat tersebut, maka tampaklah bahwa sesungguhnya Utsman dan Ali tidak ambisius menjadi khalifah, justru keduanya saling mempersilahkan untuk menentukan khalifah secara musyawarah. Sahabat-sahabat yang tergabung dalam dewan, posisinya seimbang tidak ada yang lebih menonjol sehingga cukup sulit untuk menetapkan salah seorang dari mereka sebagai pengganti Umar. 

Tidaklah heran bila dalam sidang terjadi tarik ulur pendapat yang sangat alot, walaupun pada akhirnya, mereka menetapkan Utsman bin Affan sebagai khalifah setelah Umar bin Khattab, sebab bunyi lebih banyak didominasi menghendaki dan mendukung Utsman. Beliau dinyatakan resmi sebagai Khalifah melalui sumpah, dan baiat seluruh umat Islam. 

Pemilihan itu berlangsung pada bulan Dzul Hijjah tahun 23 H atau 644 M dan dilantik pada awal Muharram 24 H atau 644 M. Ketika Thalhah kembali ke Madinah Utsman memintanya menduduki jabatannya, tetapi Thalhah menolaknya seraya memberikan baiatnya.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abdurrahman bin Auf berkata kepada Ali sambil memegang tangannya, “Engkau mempunyai hubungan kerabat dengan Rasulullah dan sebagaimana diketahui, engkau lebih dulu masuk Islam. Demi Allah, bila saya memilihmu, engkau mesti berbuat adil. Dan bila saya menentukan Utsman, engkau mesti patuh dan taat.” Kemudian Abdurrahman bin Auf memberikan hal yang sama kepada lima sobat lainnya. Setelah itu ia berkata kepada Utsman, “Aku membaiatmu atas nama sunnah Allah dan Rasul-Nya, juga dua khalifah sesudahnya.” Utsman berkata, “Baiklah”. Abdurrahman pribadi membaiatnya ketika itu juga diikuti oleh para sobat dan kaum muslim. Orang kedua yang membaiat Utsman ialah Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian kaum muslim bersepakat mendapatkan Utsman sebagai khalifah setelah Umar bin Khattab. Haris bin Mudhrab berkata,”Aku berjanji pada masa Umar, kaum muslim itu tidak merasa ragu bahwa khalifah berikutnya ialah Utsman”.

Demikian proses pemilihan Khalifah Usman bin Affan menurut bunyi mayoritas. Terpilihnya Utsman sebagai Khalifah ternyata melahirkan perpecahan di kalangan pemerintahan Islam. Pangkal masalahnya sebetulnya berasal dari persaingan kesukuan antara bani Umayyah dengan bani Hasyim atau Alawiyah yang memang bersaing semenjak zaman pra Islam. Oleh sebab itu, ketika Utsman terpilih masyarakat menjadi dua golongan, yaitu golongan pengikut Bani Ummayah, pendukung Utsman dan golongan Bani Hasyim pendukung Ali. Perpecahan itu semakin memuncak di penghujung pemerintahan Utsman, yang menjadi simbol perpecahan kelompok elite yang menimbulkan disintegrasi masyarakat Islam pada masa berikutnya.



Dinamika Awal Kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan 

Setelah kaum muslim bersepakat membaiat Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga menggantikan Khalifah sebelumnya yaitu Umar bin Khattab. Ketika ditinggalkan oleh Umar bin Khattab, umat Islam berada dalam keadaan yang makmur dan bahagia. Kawasan dunia muslim pun telah bertambah luas. Khalifah Umar berhasil membuat stabilitas sosial politik di dalam negeri sehingga ia sanggup membagi perhatiannya untuk memperluas wilayah Islam. Dan ketika Utsman menjabat sebagai khalifah, ia meneruskan sebagian besar garis politik Umar. Beliau melaksanakan aneka macam ekspedisi untuk mendapatkan wilayah-wilayah baru. Perluasan itu memunculkan situasi sosial politik yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Banyak hal gres yang harus diantisipasi oleh penguasa muslim untuk menyatukan umat, yang terdiri atas aneka macam suku dan bangsa. Salah satu hal yang muncul akhir ekspansi wilayah Islam ialah munculnya aneka macam perbedaan qira’at dalam Al-Qur’an. Itu sebab setiap kawasan mempunyai dialek bahasa tersendiri, dan setiap kelompok umat Islam mengikuti qira’ah para sobat terkemuka. Sebagaimana diketahui ada beberapa orang sobat yang menjadi kiblat atau acuan bagi kaum muslim mengenai bacaan Al-Qur’an. 

Pada masa Rasulullah dan dua khalifah sebelumnya keadaan itu tidak menjadikan permasalahan sebab para sobat biasa mencari acuan yang pasti mengenai bacaan yang benar dan diterima. Namun seiring perubahan zaman dan perbedaan latar belakang sosial budaya mayarakat Islam, masalah itu semakin meruncing dan berujung pada masalah aqidah. Sebagian kelompok umat menyalahkan kelompok lain sebab perbedaan gaya dan qiraah Al-Qur’an. Bahkan mereka saling mendustakan, menyalahkan bahkan mengkafirkan. Kenyataan itu mendorong Utsman untuk berijtihad melaksanakan sesuatu yang benar-benar baru. Pada final 24 H awal 25 H, Utsman mengumpulkan para sobat kemudian empat orang diantara mereka menyusun mushaf yang akan menjadi acuan umat Islam. Keempat kodifikasi panitia itu ialah para penghafal al-Qur’an yang telah dikenal baik yaitu; Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-Ash dan Abdurrahman bin al-Harist bin Hisyam. 

Panitia kodifikasi itu bekerja sangat cermat dan hati-hati. Mereka menghimpun aneka macam qira’ah yang ada di tengah umat kemudian menentukan salah satunya yang dianggap paling dipercaya. Mereka pribadi menuliskan dalam satu mushaf lafal atau bacaan yang disepakati bersama. Yang tersusun rapi dan sistematis. Panitia kodifikasi Al-Qur’an bekerja dengan cermat, teliti, dan hati-hati sehingga menghasilkan sebuah mushaf. Sebetulnya karya itu bukan murni dilakukan Khalifah Utsman, sebab gagasan itu telah dirintis semenjak kepemimpinan Abu Bakar dan diteruskan Khalifah Umar. Mushaf Utsmani itu pun tuntas disusun dan mushaf-mushaf lain yang berbeda dari mushaf utama itu diperintahkan untuk dibakar.

Setelah Khalifah Umar bin Khattab berpulang ke rahmatullah terdapat daerah-daerah yang membelot terhadap pemerintah Islam. Pembelotan tersebut ditimbulkan oleh pendukung-pendukung pemerintahan yang usang (pemerintahan sebelum kawasan itu masuk ke kawasan kekuasaan Islam) ingin hendak mengembalikan kekuasaannya. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaisar Yazdigard yang berusaha menghasut kembali masyarakat Persia biar melaksanakan perlawanan terhadap penguasa Islam. Akan tetapi dengan kekuatannya, pemerintahan Islam berhasil memusnahkan gerakan pemberontakan sekaligus melanjutkan ekspansi ke negeri-negeri Persia lainnya, sehingga beberapa kota besar menyerupai Hisrof, Kabul, Gasna, Balkh dan Turkistan jatuh menjadi wilayah kekuasaan Islam.

Adapun daerah-daerah lain yang melaksanakan pembelotan terhadap pemerintahan Islam ialah Khurasan dan Iskandariyah. Khalifah Utsman mengutus Sa’ad bin al-Ash bersama Khuzaifah Binu al-Yaman serta beberapa sobat Nabi lainnya pergi ke negeri Khurasan dan hingga di Thabristan dan terjadi peperangan hebat, sehingga penduduk mengaku kalah dan meminta damai. Tahun 30 H/ 650 M pasukan Muslim berhasil menguasai Khurasan. Selain itu, Khalifah Utsman bin Affan juga mengutus Salman Rabiah Al-Baini untuk berdakwah ke Armenia. 

Beliau berhasil mengajak kerjasama penduduk Armenia, bagi yang menentang dan memerangi terpaksa dipatahkan dan kaum muslimin sanggup menguasai Armenia. Perluasan Islam memasuki Tunisia (Afrika Utara) dipimpin oleh Abdullah bin Sa‘ad bin Abi Zarrah. Tunisia sebelum kedatangan pasukan Islam sudah usang dikuasai Romawi. Tidak hanya itu saja pada ketika Syiria dipimpin gubernur Muawiyah, ia berhasil menguasai Asia kecil dan Cyprus.

Di masa pemerintahan Utsman, negeri-negeri yang telah masuk ke dalam kekuasaan Islam antara lain: Barqoh, Tripoli Barat, sebagian selatan negeri Nubah, Armenia dan beberapa pecahan Thabaristan bahkan tentara Islam telah melampaui sungai Jihun (Amu Daria), negeri Balkh (Baktria), Hara, Kabul dan Gzaznah di Turkistan. Kaprikornus 6 tahun pertama pemerintahan Utsman bin Affan ditandai dengan ekspansi kekuasaan Islam. Perluasan dan perkembangan Islam pada masa pemerintahannya telah hingga pada seluruh kawasan Persia, Tebristan, Azerbizan dan Armenia selanjutnya meluas pada Asia kecil dan negeri Cyprus, serta Rhodes dan Trasoxania. Atas proteksi pasukan Islam, masyarakat Asia kecil dan Cyprus dan lainnya bersedia menyerahkan upeti sebagaimana yang mereka lakukan sebelumnya pada masa kekuasaan Romawi atas wilayah tersebut.

REFERENSI

Abdullah, Amin, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007. 
Abu Zahrah, Al-Imam Muhammad, Tarikh al-Madzahib alIslamiyyah, Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1996. 
Al-Imam Abu al-Fath Muhammad bin Abd al-Karim alSyahrastani, Al-Minal…, hlm. 136-137. Tregedi Pembunuhan Khalifah Usman Bin Affan 100 Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015 
Al-Baghdadi, Al-Imam Abdul Qadir bin Tahir bin Muhammad, al-Farq Bayn Al-Firaq, Beirut: Dar al-Marifah, 1997. 
Al-Malghuts, Sami Binu Abdillah, Ahammul Ahdas at-Tarikhiyyah fi ‘Ahdi al-Khulafa ar-Rasyidin. Riyadh: Maktabah Obekan, 1426 H. 
Al-Syahrastani, Al-Imam Abu Al-Fath Muhammad bin Abd alKarim, Al-Milal Wa Al-Nihal. Jilid.1. Beirut: Dar AlKutub Al-Ilmiyyah. t.th. Amin, Ahmad, Islam dari Masa ke Masa, Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 1987. 
Dasuki, A. Hafidz, dkk., Ensiklopedi Islam. Jilid III. Cetakan IV. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997. 
Ibrahim, Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2001. 
Ibrahim, Qasim A. dan Saleh, Muhammad A, Buku Pintar Sejarah Islam: Jejak Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, Jakarta: Zaman. 2014. 
Ja’far, Abu, Tarikh at-Thabari, Jilid IV. Kairo: Dar al-Ma’arif, 1973. Maryam, Siti, dkk., Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: LESFI IAIN Sunan Kalijaga, 2003. 
Murad, Musthafa, Kisah Kehidupan Usman Bin Affan, Jakarta: Zaman, 2007. 
Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah analisa Perbandingan. . Jakarta: UI-Press, 2002. 
Shiddiqi, Nourouzzaman, Menguak Sejarah Muslim, Yogyakarta: PLP2M,1984. Sou’ayb, Joesoef, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Jakarta: Bulan Bintang, 1979. 
Su’ud, Abu, Islamologi: Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003. 
Yusuf, Muhammad, Hayah ash-Shahabah, Mesir: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.th.

Load comments