Kamis, 14 Februari 2019

Kisah Sayyidina Umar Menantang Kaum Musyrik Mekah

“Islamnya Umar bin Khattab suatu pembebasan, hijrahnya suatu kemenangan, dan kepemimpinannya suatu rahmat. Sebelum Umar memeluk Islam kami tak sanggup shalat di Ka’bah, sesudah ia menjadi Muslim diperanginya mereka hingga mereka membiarkan kami. Maka kami pun sanggup melaksanakan shalat,” kata salah seorang sahabat, Abdullah bin Ma’sud.

Pada malam itu, Sayyidina Umar bin Khattab mendatangi Rasulullah yang tengah bersama para sahabatnya di Darul Arqam di Safa. Di sanalah, Sayyidina Umar bin Khattab mengikrarkan diri beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Pada ketika itu, Sayyidina Umar berusia antara 30 hingga 35 tahun. Ia mempunyai badan yang berpengaruh dan keberanian yang memuncak. Dengan demikian, dengan masuk Islamnya Sayyidina Umar maka dakwah Islam menjadi semakin kuat, sebagaimana doa Rasulullah: “Ya Allah, perkuat Islam dengan Abul Hakam bin Hisyam (Abu Jahal) atau Umar bin Khattab”.

Keesokan harinya, Sayyidina Umar menemui Abu Jahal untuk memberitahukan keislamannya. Semula Abu Jahal menyambut baik kedatangan Sayyidina Umar. Namun sesudah mengetahui maksud dan tujuan kedatangannya, Abu Jahal eksklusif membanting pintunya. Dia juga mengucapkan sumpah serapah kepada Sayyidina Umar. 

Beberapa ketika lalu Sayyidina Umar merasa perlu mendeklarasikan keislamannya kepada seluruh penduduk Makkah. Menariknya, merujuk buku Umar bin Khattab (Muhammad Husain Haekal, 2015), Sayyidina Umar melaksanakan hal itu dengan 'menggunakan lisan' Jamil bin Ma’mar al-Jumahi. Iya, pada ketika itu Jamil ialah orang yang paling cepat mengembangkan berita. Jika ada suatu berita, ia akan eksklusif mengumumkannya sehingga masyarakat di seluruh penjuru Makkah mengetahuinya.

Setelah Sayyidina Umar memberitahu perihal keislamannya, Jamil bin Ma’mar al-Jumahi eksklusif menuju pelataran Ka’bah. Sementara Sayyidina Umar mengawasi di belakangnya. Jamil berteriak sekuat tenaga dan mengumumkan kalau Sayyidina Umar telah meninggalkan agama leluhurnya. Sontak saja, teriakan Jamil tersebut menarik perhatian banyak orang yang sedang berada di sekitaran Ka’bah. 

“Bohong! Tetapi saya sudah masuk Islam dan bersaksi bahwa tiada Tuhan dan Muhammad hamba dan Rasul-Nya,” sergah Sayyidina Umar.

Suasana Ka’bah menjadi riuh sesudah itu. Masyarakat Makkah yang ketika itu berada di Ka’bah saling saut-menyaut. Mereka melemparkan tuduhan macam-macam kepada Sayyidina Umar sesudah mengumumkan keislamannya. Kejadian itu berlangsung cukup lama, hingga matahari terbit mulai tinggi. Mereka lalu mengelilingi Sayyidina Umar yang tengah duduk alasannya ialah keletihan sesudah menangkis 'serangan mulut' mereka. 

Sayyidina Umar tidak gentar meski dikepung banyak orang ibarat itu. Dia malah mempersilahkan mereka melaksanakan apa saja terhadap dirinya. Sayyidina Umar juga melontarkan perang psikis. Katanya, kalau jumlah umat Islam sudah mencapai 300 orang maka nanti hanya ada pilihan; umat Islam meninggalkan semua itu (Makkah dan seisinya) untuk musyrik Makkah atau Musyrik Makkah yang meninggalkan itu buat umat Islam. 



Ketika keadaan sekitaran Ka’bah semakin tegang dan panas, tiba-tiba muncul seorang pria tua. Dialah al-As bin Wa’il dari Bani Sahm. Dia berupaya mencairkan suasana biar tidak terjadi pertumpahan darah. Dia lalu malah membela Sayyidina Umar. Katanya, Islamnya Sayyidina Umar ialah urusannya sendiri, siapapun tidak berhak mencampuri hal itu. Al-As juga menunjukkan pemberian kepada Sayyidina Umar -meski sudah masuk Islam- alasannya ialah klan mereka (Bani Sahm dan Bani Adi bin Ka’ab) bersekutu sejak zaman Jahiliyyah. 

Islamnya Sayyidina Umar juga sangat mensugesti dakwah Islam. Sebelumnya dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi, namun lalu Sayyidina Umar mengusulkan kepada Rasulullah biar dakwah dengan cara terang-terangan. Usulan Sayyidina Umar itu disambut baik Rasulullah. Tak usang sesudah itu, umat Islam ramai-ramai memasuki area Ka’bah. Mereka terdiri dari dua rombongan; rombongan pertama di bawah komando Sayyidina Umar dan rombongan kedua dipimpin Hamzah. 

Kaum musyrik Makkah hanya sanggup melihat ‘pawai’ umat Islam itu. Mereka tidak berani mendekati apalagi mengganggu umat Islam alasannya ialah di sana ada Sayyidina Umar dan Hamzah. Dua simbol keperkasaan Quraisy pada ketika itu. Keinginan Sayyidina Umar untuk mendakwahkan Islam secara terang-terangan 'didengar' Allah. Beberapa ketika sesudah insiden itu, turun wahyu dari Allah kepada Rasulullah untuk mengembangkan Islam secara terang-terangan. 

Wallahu A’lam


Load comments