Senin, 11 Februari 2019

Kisah Rasulullah Menghadapi Orang Badui Yang Kasar

Dalam sebuah perjalanan bersama para sahabat, Rasulullah berjumpa dengan seorang Arab kampung (Badui). Dengan lantang, orang ini memanggil Nabi -tak tanggung-tanggung- pribadi memanggil nama (tanpa gelar kehormatan).

“Wahai Muhammad!”

Kisah orang Arab kampung -yang disebut A’rabiy- kerap membikin kita tersenyum. Kepolosan dan keterusterangan mereka dalam banyak sekali riwayat hadits mengatakan bagaimana Islam bukan hanya bicara sosok penting yang tersohor, tapi juga orang biasa yang bahkan tak kita tahu namanya.

Dari atas kendaraan, Nabi menoleh dan menjawab, “Hei, kemarilah.”

Para sobat yang menyertai Nabi, segera mendatangi orang Arab kampung tadi akhir perbuatannya yang dinilai kurang sopan.

“Hei kamu, pelankan sedikit suaramu pada Nabi. Kamu kok berani memanggil Nabi, namanya langsung, dengan lantang lagi. Hal itu dihentikan dalam Al-Qur'an,” ujar seorang sobat padanya.

Tapi orang Arab kampung ini berkelit, “Tidak, saya tidak akan memelankan suaraku! Agar Nabi bisa mendengarku dengan jelas,” ujarnya. 

Ia segera menghampiri Nabi.

“Wahai Nabi, jikalau ada orang yang menyayangi suatu kaum (yang berbuat kebaikan), namun bagaimana jikalau ia tak mirip mereka (dalam segi amal)?”. 

Nabi menjawab dengan santun, “Orang akan dikumpulkan bersama yang ia cintai, dan kau juga akan dikumpulkan bersama yang kau cintai.”

Riwayat dongeng ini diriwayatkan oleh beberapa sobat dengan banyak sekali redaksi. Riwayat yang disitir di atas berasal dari sobat Abu Musa Al Asy’ari radliyallahu ‘anhu. Dengan dongeng yang mirip dari riwayat Anas bin Malik, berikut isi pertanyaan orang Arab kampung ini:

“Wahai Rasulullah, kapan final zaman akan tiba?” tanyanya.

Nabi menimpali, “Memang apa yang telah kau persiapkan?”

“Wahai Nabi, saya tidak menyiapkan suatu amalan shalat atau puasa yang banyak untuk hari itu. Tapi saya sungguh menyayangi Allah dan Rasul-Nya.”

Nabi menjawab, sebagaimana tanggapan di atas, bahwa seseorang kelak di hari final zaman akan dikumpulkan bersama orang-orang yang dia cintai. Orang Arab kampung ini girang betul. Seperti disebutkan sobat Anas bin Malik, dia dan para sobat tidak pernah melihat wajah muslim yang sesumringah itu.

Kisah ihwal al-mar’u ma’a man ahabba (seseorang akan dikumpulkan bersama yang dicintai) diriwayatkan dalam banyak kitab hadits, mirip Musnad Ahmad, Sahih Muslim, Sahih al-Bukhari, dan kitab hadits lainnya dari banyak sekali jalur riwayat. 



Imam al Mubarakfuri memaparkan dalam “Tuhfatul Ahwadzi” yang merupakan syarah kitab “Sunan at-Tirmidzi” bahwa dari ragam riwayat itu, keseluruhannya saling melengkapi ihwal bagaimana seorang muslim yang tidak bisa melaksanakan banyak amal mirip orang-orang saleh, semoga tetap optimis, dan terus mempertahankan cinta pada Allah, Rasul-Nya dan para shalihin.

مَنْ أَحَبَّ قَوْمًا بِالْإِخْلَاصِ يَكُونُ مِنْ زُمْرَتِهِمْ وَإِنْ لَمْ يَعْمَلْ عَمَلَهُمْ لِثُبُوتِ التَّقَارُبِ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَرُبَّمَا تُؤَدِّي تِلْكَ الْمَحَبَّةُ إِلَى مُوَافَقَتِهِمْ 

“Jika seseorang menyayangi kalangan shaleh dengan ikhlas, maka sebagaimana dinyatakan Nabi, ia termasuk golongan mereka kendati amalannya tidak mirip yang dilakukan orang-orang shaleh tadi, lantaran keterpautan hati dengan mereka. Kiranya rasa cinta itu memotivasi semoga bisa berbuat serupa.” (Muhammad bin Abdurrahman al Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’ at Tirmidzi [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah], juz 7, hal 53)

Dengan menyayangi orang shaleh, yang merupakan perwujudan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, kiranya bisa menyebabkan kerendahhatian dan optimisme dalam beragama. Soal rasa optimis dalam beragama ini, di final percakapan dengan Arab kampung tadi Nabi berujar kepada para sobat ihwal perumpamaan luasnya ampunan dan rahmat Allah.

“Sesungguhnya di sisi Barat sana terdapat suatu pintu yang lebarnya sekitar 40 atau 70 tahun perjalanan, yang senantiasa Allah buka pintu tobat di sana sepanjang ada langit dan bumi, hingga ditutup-Nya ketika matahari terbit dari Barat sana, kelak di hari kiamat.” (HR. Al Humaidi dari sobat Shafwan bin ‘Assal al-Muradi)

Wallahu A’lam


Load comments