Selasa, 26 Februari 2019

Kisah Penebar Hoax Dalam Legenda Arab

Asy’ab yaitu salah seorang tokoh lucu dalam legenda Arab. Di samping lucu, Asy’ab juga dikenal sangat tamak. Saking tamaknya, bila membicarakan orang yang tamak, orang Arab mengatakan: “Athma’ min Asy’ab!”, “Dia lebih tamak daripada Asy’ab.”

Begitu tamaknya si Asy’ab ini, sampai setiap kali ada orang merogoh kantong, dia selalu berharap orang tersebut akan memberinya uang; setiap kali ada orang meninggal, dia selalu mengusut kalau-kalau dia menerima wasiat dari almarhum.

Suatu hari, secara iseng, Asy’ab memberitahu rekan-rekannya bahwa dia diminta pak Fulan mengundang mereka semua besok malam, untuk hadir dalam pesta besar yang akan diselenggarakan di rumah beliau.

Syahdan, pada besok malamnya dikala Asy’ab tidak menjumpai seorang pun dari rekan-rekannya, dia pun curiga. “Jangan-jangan,” katanya dalam hati, “Pak Fulan benar-benar mengadakan pesta besar.” Berpikir demikian, Asy’ab pun segera menuju ke rumah pak Fulan. Dan ternyata di rumah pak Fulan memang tidak ada apa-apa. Sepi.

Asy’ab tergoda oleh kebohongan dan ketamakannya sendiri.

Mendengar dongeng Asy’ab ini, boleh jadi Anda tertawa dan menganggapnya konyol. Tapi marilah kita kembali ke kehidupan keseharian kita sendiri. Meskipun tidak persis dongeng Asy’ab; kita sering menyaksikan bagaimana kebohongan ternyata sanggup menjadi opini, sampai tidak hanya menciptakan yakin banyak orang, tapi juga mengecoh si pembuat kebohongan itu sendiri.

Orang modern berbohong tidak sekedar alasannya yaitu iseng ibarat Asy’ab, tapi benar-benar alasannya yaitu tujuan yang serius. Yaitu memenangkan kepentingan.Di zaman modern ini, keseriusan orang memperjuangkan kepentingan -acap kali disebut sebagai cara professional- sedemikian rupa, sehingga, dalam rangka itu, berbohong dan lain sebagainya pun dihentikan tanggung-tanggung.

Kebohongan, ketamakan, dan sebagainya pada hakikatnya lahir dari ibu kandung yang satu, yaitu kebodohan jiwa. Oleh alasannya yaitu itu, sering kali orang yang mengemas kebohongan, ketamakan, atau yang lain dengan cara apa pun, pada kesudahannya -tanpa disadari sebagaimana Asy’ab- akan ikut menuai buahnya.

Tidak jarang seorang yang terlanjur dianggap pemimpin, misalnya, yang -dengan kebodohan, kebohongan, atau dan ketamakannya- berhasil menipu umat, kemudian tanpa sadar dia ikut tergoda tipuannya sendiri; kemudian selanjutnya terpaksa harus mempertahankan tipuannya itu dengan tipuan-tipuan lain.



Tidak jarang dari kalangan pers, misalnya, ada yang -dengan kebodohan, kebohongan, atau dan ketamakannya- berhasil menciptakan suatu opini, kemudian tanpa sadar ikut mempercayainya. Lalu dalam langkah selanjutnya, terpaksa harus terus mengikuti alur opini yang dibuatnya sendiri itu.

Banyak sekali orang yang menipu dirinya sendiri kemudian sangat mempercayai tipuannya kemudian tanpa sadar terlepas dari ke-diri-annya. Orang yang tidak mengenal dan tidak pernah bergaul dengan rakyat, misalnya, dan menipu dirinya sebagai wakil rakyat, kemudian dia sendiri mempercayainya, sanggup saja setiap hari berlagak sebagai betul-betul wakil rakyat. Akhirnya, bila suatu dikala sempat mengaca, dia pun tak mengenali lagi dirinya sendiri.

Lihatlah, ternyata kekonyolan tidak hanya sanggup terjadi atau timbul dari tokoh legenda ibarat Asy’ab. Anda setiap hari sanggup tertawa melihat kekonyolan-kekonyolan positif dalam kehidupan kekinian yang bermula dari kebodohan, kebohongan, ketamakan, dan sebagainya.

Oleh: KH. Mustofa Bisri (Gus Mus)

bangkitmedia.com

Load comments