Selasa, 26 Februari 2019

Kisah Kiai Wahab Menggendong Anjing Milik Van Der Plas

Sudah banyak kabar terdengar soal kehebatan KH. Wahab Chasbullah, Rais ‘Aam PBNU 1947-1971. Selain mahir dalam soal ushul fiqih, Kiai Wahab juga populer dengan langsung yang pemberani (syaja’ah) dalam memperjuangkan Islam dan NU. Banyak cerita keampuhan ia dalam mengatasi masalah. Apakah itu bukti karomah Mbah Wahab? 

Salah satu bukti betapa ampuhnya Kiai Wahab, ialah cerita ketika ia menemui Adviseur voor Inlandsche Zaken (Menteri Urusan Pribumi) Van Der Plas, sang orientalis yang sebelumnya telah menjadi Konsul di Jeddah Saudi Arabia pengganti Snouck Hurgronje.

Kiai Wahab Chasbullah menemui Van Der Plas dalam rangka menjelaskan dan meminta izin untuk menyelenggarakan Muktamar NU yang ke-4 di Semarang pada tahun 1929. Saat itu pemerintah setempat melarang daerahnya ditempati Muktamar alasannya khawatir Muktamar NU diarahkan untuk memberontak Belanda. Dan Muktamar NU di Semarang ini merupakan kali pertama acara Muktamar digelar di luar kota berdirinya NU (Surabaya).

Menghadapi problem penolakan ini, KH. Wahab Chasbullah tiba ke rumah Van Der Plas di Jl. Cikini no 12 Menteng Batavia (Jakarta). Sesampainya di depan gerbang rumah Van Der Plas, Kiai Wahab disambut oleh seekor anjing herder besar yang galak dan siap menyerang siapa pun yang datang. Namun anehnya, anjing herder yang biasanya galak ini, tiba-tiba jinak di depan Kiai Wahab, seakan sudah kenal sebelumnya. Padahal itu kali pertama Kiai Wahab menemui Van Der Plas. Anjing herder ini kemudian dielus oleh Kyai Wahab dan digendong masuk menemui sang tuannya.

Sontak saja, Van Der Plas kaget dan terharu melihat Kiai Wahab membawa anjing kesayangannya, sehingga menaruh simpati besar pada Kiai nyentrik ini. Penyambutan yang dilakukan pun istimewa dan penuh keramahan. Dengan memakai Bahasa Arab dan Melayu, Kiai Wahab dan Van Der Plas bercengkrama layaknya sahabat usang yang gres bertemu kembali, sembari ditemani kopi dan rokok Eropa.

Mbah Wahab Chasbullah


Dalam momen itulah Kiai Wahab memberikan maksudnya untuk meminta izin akan melakukan Muktamar NU yang ke-4 di Semarang, Jawa Tengah, dengan catatan hasilnya akan diumumkan secara terbuka di Masjid Jami’ Kota Semarang (Masjid Kauman Semarang). Kiai Wahab juga memberikan bahwa yang dibahas dalam Muktamar NU tersebut ialah masalah “diniyyah ijtimaiyah” (keagamaan). Juga terkait kebijakan Belanda soal pembatasan jumlah pengajian umum yang diadakan di Mojokerto dan Lamongan dengan hanya dihadiri 50 orang, dimana biasanya yang hadir niscaya ribuan. Kiai Wahab juga meminta semoga yang diangkat sebagai seorang kepala penghulu (hoof) ialah ‘Allamah atau benar-benar alim dan berilmu.

Pada awalnya Van Der Plas keberatan dengan anjuran yang disampaikan Kiai Wahab Chasbullah, apalagi pengangkatan hoof berdasarkan kebijakan kolonial ialah yang bisa menjaga keamanan kolonial ketika itu. Namun, berkat kelihaian diplomasi Kiai Wahab, akibatnya semua undangan itu dipenuhi. Izin Muktamar, warta NU tersiarkan di Masjid Besar dan Masjid Agung di setiap Kota Kabupaten, izin melakukan pengajian umum dengan jamaah tak terbatas, dan hoof dengan kemampuan agama yang mumpuni, semua dipenuhi oleh Van der Plas. Sejak ketika itu NU berkembang pesat melalui Pesantren, Masjid Agung, dan Masjid Besar di setiap Kota.

Wallahu A’lam

bangkitmedia.com

Load comments