Minggu, 17 Februari 2019

Kesesatan Hti Dalam Menafsirkan Arti “Khilafah Islamiyah”

Alhamdulillah, saya senang sekali banyak yang menunjukkan respon pada artikel saya berjudul “Mengkonversi Sistem Pemerintahan (Pengantar Diskusi Seputar Khilafah)”. Saya tentu lebih senang lagi apabila para pemberi komentar menulis nama dan alamatnya dengan lengkap biar di antara kita bisa terus bersilaturrahmi. Tidak perlu memakai nama samaran biar tidak terkesan takut memberikan kebenaran. Jika kita benar kenapa harus takut? Sebagai seorang muslim yang beriman, yang harus kita takuti hanyalah Allah swt. semata.

Beragam aliran yang telah disampaikan dalam komentar, walaupun sebahagian berbentuk pertanyaan namun pada hakikatnya yaitu aliran yang sangat cerdas dan cemerlang baik yang pro maupun yang kontra. Bagi yang sejalan dengan aliran saya tentu tidak perlu saya respon dan saya mengucapkan terima kasih atas aplusnya, sedangkan yang masih belum sepaham, mari kita lanjutkan berdiskusi.

Saya salut dengan ghirah islamiyahnya beberapa saudara kita sehingga seakan-akan apa yang sudah diterapkan pada permulaan zaman khilafah bersumber dari sistem atau aturan Islam 100%, tidak pernah mengadopsi secuilpun aturan abnormal yang kufur. Tidak ada aturan atau teori lain yang terinfiltrasi ke dalam sistem pemerintahan khilafah.

Kalau saja kita mau jujur dan bersabar membaca tumpuan klasik menyerupai Adab Al-Kabir dan Adab Ash-Shaghir karya Ibn Al-Muqaffa’ (adab disini berarti tata pemerintahan) atau kitab Khudainamah /Siyar Muluk terjemahan Ibnul-Muqaffa’ wacana dongeng raja-raja persia, Al-Bidayah wan Nihayah karangan Ibnu Katsir, Al-Kaamil fit-Tarikh karya Ibnu Al-Atsir, dan kitab-kitab sejarah yang lain bahwa semenjak zaman para sahabat r.a. aneka macam sistem dari luar lingkungan Islam yang kemudian diadopsi oleh sistem khlilafah menyerupai sistem diwan yang dipakai oleh Sayyidina Umar r.a. untuk manajemen negara, itu berasal dari persia, sistem wizarah (kementrian), hijabah (protokoler), dan sistem-sistem lain umumnya itu berasal dari Persia, Romawi, Arab kuno, dan lain-lain.

Jika memang benar-benar semua penggalan sistem yang dipakai oleh para khalifah itu berasal dari Islam sendiri, tentu kita niscaya bisa menemukan di dalam Al-Qur’an dan al-Hadits, bahwa sistem pemerintahan yang diridahi Allah swt. itu bagaimana, serta tata cara pemilihan khalifah menyerupai apa. Ternyata keterangan itu, tidak kita temukan, yang ada hanya hasil ijtihad para ulama atau interpretasi dari teks Al-Qur’an ataupun as-Sunnah bukan teks itu sendiri yang bisa saja masih interpretible. Jika memang ada tek Al-Qur’an dan al-Hadist yang menunjukan model khilafah populer diseluruh dunia tolong ditunjukkan!

Selanjutnya untuk beberapa saudara saya, barangkali lebih sempurna tidak memakai istilah kufur, sebutlah saja dengan istilah kovensional, sistem madani, atau sistem umum. Jika semua yang dari luar Islam dianggap kufur, bagaimana dengan apa yang sedang kita lakukan dikala ini, yaitu berkomunikasi melalui internet. Setujukah anda? Anda menyatakan bahwa kita sedang berkomunikasi dengan cara yang kufur? Karena yang membuat komputer, internet, dan lain sebagainya itu yaitu orang-orang Non Muslim bahkan Yahudi.

Ikhwan dan akhwat HTI yang saya hormati. Kalau kita membuka lembaran sejarah di dalam piagam Madinah sebagai Dustur Negara Madinah di situ tidak tertera ungkapan bahwa negara berasaskan Al-Qur’an dan al-Hadits (syariat Islam). Yang ada hanya penjelaskan bahwa baik orang Islam atau Yahudi dan Non Muslim yang lain semua yaitu umat yang harus menjalankan kewajiban dan mendapatkan persamaan hak kewarganegaraan sama-sama membela negara dari serangan musuh dan sama-sama mendapatkan hukuman jikalau melanggar sesuai dengan kesepakatan. Subhanallah, Nabi Muhammad SAW itu memang negarawan ulung. Bahwa berdasarkan ia ada urusan duniawi dan ukhrawi, urusan duniawi ini diserahkan kepada ahlinya antum a’lamu bi umuri dunyakum, tapi negara tetap dinahkodai oleh nilai agama yang esensial dan prinsipil.

NU mentauladani sunnah politik Nabi Muhammad saw. berdasarkan teladan dari Nabi saw., para sahabat, dan ulama yang diikuti oleh kaum Ahlussunnah wal Jama'ah tidak terlalu memusingkan sistem pemerintahan dan negara, terserah mau pakai kerajaan terpusat, multi nation, multi dinasti dan lain-lain, tetapi syariat tetap harus diterapkan secara damai, bertahap, tanpa harus dipaksakan dan sesuai dengan komitmen anak bangsa.

Maka dari itu, setiap negara yang lebih banyak didominasi penduduknya muslim menganut sistem fiqih yang berbeda –beda yang disepakati anak bangsa atau keputusan negara, ada yang Hanafi, Syafi'i, Hanbali dan Maliki. Ulama Indonesiapun termasuk NU memperjuangkan eksistensi peradilan agama dan kementrian agama untuk mengurusi duduk kasus keislaman, bahkan tak sedikit kader NU yang menjabat kepala Kantor Urasan Agama, Kakandepag, Kepala Pengadilan Agama, Kanwil Depag bahkan ada yang menjadi menteri agama.

Tentang pernyataan bahwa “negara akan aman, terentaskan dari kemiskinan, menghilangkan kejahatan dan lain-lain, jikalau menganut sistem khilafah (Syariah Islam), dengan penuh kerendahan hati,” terpaksa saya ejekan pertanyaan begini: Benarkan sistem khilafah itu menjamin keamanan negara? Sementara dalam catatan sejarah pada masa Sayyidina Abu Bakar ra., Sayyidina Utsman ra. dan Sayyidina Ali ra. terjadi kekacauan politik yang luar biasa (chaos).

Bisakah dikatakan kondusif suatu negara apabila khalifah atau presidennya mati terbunuh ditangan lawan politiknya, lihat saja Sayyidina Umar ra. wafat tertusuk pedang oleh Abu Lu’luk al-Majusi, Sayyidina Utsman ra. wafat terbunuh sebagai syahid ditangan ribuan demonstran yang menuduh ia melaksanakan nepotisme, Sayyidina Ali ra. wafat alasannya yaitu tikaman belati oleh Abdurrahman Ibnu al-Muljam yang sebelumnya terjadi dua kali perang saudara yaitu Perang Jamal dan Perang Siffin yang telah menelan ribuan korban sahabat Nabi wafat sebagai syuhada lantaran membela ijtihadnya masing-masing?

Di masa Sayyidina Umar ra. terjadi fase kemiskinan dan kelaparan yang dahsyat hingga tidak boleh aturan potong tangan, belum lagi cucu Rasulullah saw. Sayyidina Hasan ra., yang sangat kita cintai diduga wafat lantaran diracun oleh lawan politiknya, begitu juga Sayyidina Husain ra. meninggal sebagai syahid dengan sangat mengenaskan lantaran dizalimi oleh lawan politiknya yang hingga dikala ini masih terasa traumatik kesejarahannya. Pembunuhan Sayyidana Husain ra. tersebut juga dilakukan oleh Khalifah yang mengatasnamakan syariat Islam dan berdasarkan hadits. Idza buyi’a likhalifataini faqtul al-akhar minhuma (apabila telah dibai’at dua orang khalifah bunuhlah salah seorang di antara keduanya) (HR. Muslim).

Riwayat di atas semakin meneguhkan hati saya bahwa dari catatan sejarah sistem apapun tidak akan menghilangkan kejahatan secara total. Yang wajib bagi kita ialah amar ma’ruf nahi munkar dan implementasinya sesuai dengan hasil ijtihadnya masing-masing, begitu juga mengentaskan kemiskinan dan lain sebaginya yang penting itu bukan sistem tapi supremasi aturan atau penegakkan hukum.

Bagi saya Khulafa’ Al-Rasyidun itu tidak bersalah lantaran mereka semua mujtahid yang berusaha menegakkan aturan semampu mereka dalam pilihan ijtihat yang tegas, terang dan memperhatikan kemaslahahatan. Sudah barang tentu aturan itu harus ditegakkan bukan diganti, maka NU terus berusaha menegakkan aturan ini sesuai dengan kemampuan ijtihadnya. NU pun mengkampanyekan jihad melawan korupsi, mencerdaskan umat Islam dengan mendirikan pesantren dan sekolah bahkan hingga perguruan tinggi tinggi yang berjumlah ribuan forum sepanjang untaian kepulauan nusantara. Di dalamnya dikaji Al-Qur'an dan al-Hadits beserta ilmu-ilmu yang melengkapinya, ikhtiar mengamalkannya secara optimal dimulai dari sholat berjamaah, meninggalkan maksiat dan berakhlaqul karimah.

Dalam amar ma’ruf nahi mungkar NU memakai cara pendekatan psikologis mendekati para napi, bromocorah, PSK untuk diajak bertobat kepada Allah swt., mengkampanyekan anti mo-limo: madon, madat, maling dan lain sebagainya. Sistem apapun mustahil menghilangkan kejahatan manusia, alasannya yaitu fitrah insan itu memang bisa berbuat salah dan sebagai buktinya ialah Allah SWT menyediakan neraka walaupun juga menyediakan surga.

Menurut saya ini yaitu tantangan bagi kita untuk beramar makruf nahi munkar dan berdakwah sembari mencari taktik yang efektif demi tumbuh kembangnya Islam dan pemancangan akarnya yang kokoh di atas bumi sembari menyadari bahwa kita hanya berusaha dan Allah jua yang menentukan. Innaka la tahdy man ahbabta walakinnallaha yahdy man yasya’ (Al-Qashash: 56). Kejahatan itu bukan sesuatu yang perlu ditakutkan, tapi didekati dengan mauidhah hasanah dan mujadalah billaty hiya ahsan.Walau kunta Fadhdhan gholidhal qolbi lan fadhdhu min haulik (Ali Imran: 159). Kalau engkau keras, orang-orang yang kau dekati akan lari, jadi harus lembut. Pelan tapi pasti. Basysyiru wa la tunaffiru (HR. Bukhari). Berilah mereka kabar gembira, jangan buat mereka lari. Inilah prinsip ahlussunnah yang dipegang NU.



Tentang pernyataan bahwa pemilihan presiden yang dianggap hanya berdasarkan pada aturan insan dan khilafah berdasarkan kepada aturan syara’, bukankah Khalifah Abu Bakar ra. dan Ali ra. itu dipilih oleh rakyat sebagaimana wa amruhum syura bainahum (dan persolan mereka dimusyawarahkan di antara mereka pula), lantas apa perbedaannya kalau dalam realita sama-sama dipilih oleh rakyat?

Tentang pernyataan bahwa sistem DPR, DPD yang dianggap sistem kufur, saya kira ini keterlaluan, dan yang menyatakan itu tampaknya merasa menjadi hakim dalam menkafirkan orang. Padahal ketua MPR dewan perwakilan rakyat DPD itu orang baik-baik, baik yang periode ini maupun periode sebelumnya, bahkan untuk ketua DPD, KH. Mahmud Ali Zain, Saya pernah berkumpul dengan ia selama tujuh tahun. Dalam evaluasi saya, ia itu termasuk orang shalih, baik ibadahnya yang komplit mulai dari yang wajib hingga yang sunnah atau semangat juangnya yang terus berkobar hingga dikala ini. Beliau memperjuangkan kemajuan Pondok Pesantren di Indonesia. Saya sebagai orang yang sama-sama tahu dari segi pengamalan keagamaannya. Dan setahu saya tugas-tugas forum tersebut yaitu kiprah mulia yang tidak bertentangan dengan Islam jikalau ada oknum yang tidak menjalankan kiprah dengan baik tentu tidak bisa di generalisasi terhadap semua forum tersebut.

Tentang keinginan diadakannya dialog, alangkah bahagianya andaikata yang mulia Ustadz Ismail Yusanto (Jubir HTI) berkenan hadir dan berdiskusi dengan kami dan teman-teman kami di Lembaga Bahtsul Masail PCNU Jember sambil duduk santai, minum teh hangat dan menikmati kurma ajwah (buah kurma yang konon pohonnya ditanam pribadi oleh Rasulullah SAW), dan membuka kitab-kita tafsir dan hadits dengan pikiran jernih. Kami dengan senang hati dan tangan terbuka akan menyambut ia dengan penuh kehangatan sebagai ikhwan sesama muslim. Mari kita lanjutkan. Saya selalu menungu respon dari semuanya.


Load comments