Senin, 18 Februari 2019

Cara Kh. Abdul Hamid Pasuruan Melarang Poligami

Suatu dikala Waliyulloh Simbah Kyai Hamid kedatangan tamu, kebetulan di waktu tersebut ada dua golongan tamu, yang pertama yakni seorang lelaki dari kota Pasuruan yang tiba sendirian dengan tujuan untuk meminta pendapat bagaimana jikalau ia menikah lagi.

Sedangkan yang lain yakni rombongan dari luar kota dan kedatangan rombongan tersebut hanya untuk bersilaturrahim. Kyai Hamid yakni seorang Wali Allah yang diberi keistimewaan mengetahui tujuan para tamunya.

“Oh, sampean tah iku mau… tak kiro sopo. Sek yo sampean enteni diluk saya tak nemoni sing akeh disek, sak aken teko adoh,” ujar kyai Hamid.

(Oh, kau to iku … Saya kira siapa tadi, sebentar ya, saya menemui rombongan tamu dulu, kasihan tiba dari jauh)

“Enggeh kyai”. jawab seorang lelaki

Akhirnya, Kyai Hamid pun menemui tamu rombongan tadi. Kyai Hamid terlihat sangat bersahabat sekali sewaktu mengobrol dengan para tamu yang tiba dari jauh tersebut.

Seakan-akan ia sedang mengobrol dengan teman yang telah usang tak pernah bertemu. Sedangkan tamu yang tiba sendirian itu menunggu Kyai Hamid sempurna di sebelah pintu.

Setelah sekitar 20 menit pria itu menunggu, akibatnya rombongan tamu itu meminta undur diri dan Kyai Hamid pun mengantarkan para rombongan tersebut hingga di depan gerbang pesantren. Setelah itu ia eksklusif kembali ke rumah dan menemui lelaki itu.

“sek yo saya tak nang mburi diluk entenono… sing sabar,” ujar Kyai Hamid.

(sebentar ya, saya mau ke belakang dulu…yang sabar ya).

Lelaki itu pun hanya sanggup menganggukkan kepalanya. Akhirnya tak usang lalu Kyai Hamid keluar dengan membawa sebungkus sabun mandi baru.

“Wes, sabun iki sampean gowo moleh gawien ados dino iki sampek entek, mene sampean mbali’o mane yo,”

(Sudah, sabun ini kau bawa pulang, buat mandi hari ini hingga sabunnya habis. Besok kembali lagi!”)

Kata Kyai Hamid sembari menyodorkan sabun tersebut kepada lelaki itu.

“enggeh, mator nuwon kyai… tapi…” (terimakasih kyai… tapi…”), jawab lelaki itu.

“tapi opo…? wes moleho sek, sa’aken bojomu ngenteni neng omah, mene balik rene maneh yo.”

(tapi apa? sudah pulang dulu ya, kasihan istrimu menunggu di rumah, besok kembali lagi ya), tegas Kyai Hamid.

Mbah Hamid bersama para kyai dan masyarakat


Akhirnya lelaki itu pun pulang. Setibanya di rumah, lelaki itu eksklusif mandi memakai sabun yang dikasih oleh Kyai Hamid. Lelaki tersebut mandi sangat usang sekali. Ia menjalankan perintah Kyai Hamid supaya menghabiskan sabun mandi itu.

Lama-kelamaan lelaki tersebut merasa badannya menggigil kedinginan dan tak berpengaruh lagi, sedangkan sabun yang diberi oleh Kyai Hamid itu juga tak kunjung habis dikala digosokkan di seluruh tubuhnya.

Keesokan harinya Lelaki itu kembali tiba (sowan) dengan membawa sabun yang diberi oleh Kyai Hamid. Ketika sudah memasuki daerah Pon-Pes Salafiyah, lelaki itu melihat Kyai Hamid sedang berada di teras rumahnya. Lelaki itu pun eksklusif menghampiri Kyai Hamid.

“Lah, iki… tak enteni sampean… yok opo wes entek sabune?”

(lah, ini… saya tunggu kamu… bagaimana sabunnya? sudah habis?), tanya Kyai Hamid.

“Niki kyai… sepuntene dereng telas…”

(Ini kyai…..sabunnya… maaf belum habis), jawab lelaki tersebut.

“Anggepen ae sabon iku mau bojomu, wong siji ae gak entek-entek, ngono kate kawin maneh.” (Anggap saja sabun itu menyerupai istrimu, satu saja tidak habis kenapa harus kawin lagi), tegas Kyai Hamid.

Subhanallah…! padahal lelaki tersebut dari mulai kemarin belum mengutarakan isi hatinya, tapi kini eksklusif dijawab dengan tegas oleh Kyai Hamid.

Dan lelaki tersebut betul-betul menjalankan pesan tersirat Kyai Hamid untuk tidak menikah lagi, dan hidupnya bersama keluarganya sangat senang dan sukses dalam bisnisnya.


bangkitmedia.com

Load comments