Kamis, 14 Februari 2019

Bahaya Menggunjing Orang Lain Melebihi Berbuat Zina

Menggunjing atau ghibah (membicarakan keburukan atau malu orang lain) ialah satu hal yang jelas-jelas tidak boleh oleh agama. Menggunjing diibaratkan mirip orang yang memakan bangkai daging saudaranya. Dalam Al-Qur’an secara tegas Allah swt. berfirman: 

“Dan janganlah sebagian dari kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah di antara kalian suka memakan bangkai dari daging saudaranya. Tentu kalian merasa jijik.” (QS. Al-Hujurat: 12) 

Bahaya Ghibah Lebih Besar Daripada Berzina

Hadits riwayat al-Baihaqi dan at-Thabrani, Rasulullah saw. bersabda:

“Ghibah itu dampaknya lebih besar daripada zina. Sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, mengapa ghibah lebih besar efeknya daripada zina?.’ Rasulullah menjawab, ‘Sesungguhnya seseorang yang melaksanakan perzinaan kemudian bertaubat, Allah akan mengampuni taubatnya. Nah, orang yang ghibah, dikala ia bertaubat, tidak akan diampuni oleh Allah begitu saja hingga orang yang digunjing juga memaafkannya.” (Abu Bakar al-Baihaqi, Syu’abul Iman, juz 9, halaman 98). 

Menggunjing lebih dahsyat efeknya daripada zina tidak sanggup diartikan bahwa zina itu dosanya kecil kemudian menggunjing dosa besar. Masing-masing dosanya sama besarnya. Perlu diketahui, orang yang terbukti melaksanakan zina, hukumannya sangat berat melebihi eksekusi seorang pembunuh.

Hukuman pembunuh (qishas) ialah pembunuhnya gantian dibunuh oleh pemerintah yang sah dengan cara dipenggal lehernya. Sekitar 10 menit sanggup dinyatakan dokter benar-benar meninggal. Artinya ini sangat simpel. Bedakan dengan had orang yang berzina! 

Hukuman orang zina muhshan ialah dibunuh dengan cara mengenaskan. Tidak sesimpel zina muhshan yang sekali tebas, selesai. Melainkan dengan dilempari kerikil hingga mati. Artinya, proses hukuman berlangsung perlahan-lahan yang tentu saja mengakibatkan penderitaan yang lebih berat.

Zina yang sedemikian berat hukumannya, Baginda Nabi menyatakan masih lebih dahsyat ghibah. Dengan demikian, ghibah ialah satu hal yang benar-benar harus dihindari. Ia memiliki imbas yang sangat berbahaya. Bisa jadi, alasannya ialah seseorang digunjing di depan orang lain, ia gagal kariernya, rezekinya menjadi tertutup, dipecat dari perusahaan atau ditolak bekerja di satu daerah dan lain sebagainya. 



Lalu, apakah yang tidak boleh itu hanya menggunjing kepada sesama Muslim atau juga berlaku kepada non-Muslim? 

Ada dua pendapat. Imam al-Ghazali mengatakan, menggunjing non-Muslim yang tidak memerangi orang Islam ialah haram. Sedangkan Ibnul Mundzir menyatakan sebaliknya. 

Imam al-Ghazali memandang orang non-Muslim yang tidak melaksanakan perlawanan/pemberontakan terhadap kafir dzimmi (orang non-Muslim sebagaimana yang banyak ditemukan di Indonesia), hukumnya tidak boleh alasannya ialah mereka berhak menerima derma sebagaimana umat Islam pada umumnya. Mulai dari kehormatan pribadi, darah dan harta benda mereka masing-masing secara resmi dilindungi oleh ikatan-ikatan syariat Islam. Oleh lantaran itu, menyakiti non-Muslim hukumnya sama dengan aturan menyakiti orang Islam. Berbeda apabila yang digunjing ialah orang non-Muslim (kafir) penyerang Islam (harbi), maka hukumnya boleh.

Selain itu, Imam al-Ghazali memperlihatkan alasan mengapa menggunjing kafir dzimmi dilarang? Sebab;

Pertama, gunjingan tersebut niscaya menyakitkan mereka. Padahal aturan menyakiti Muslim maupun non-Muslim yang tidak melawan (kafir dzimmi), hukumnya haram. 

Kedua, menganggap ada sebuah kekurangan pada ciptaan Allah. Menceritakan kekurangan orang lain baik Muslim maupun non-Muslim sama saja dengan menganggap ada sebuah cacat pada makhluk yang diciptakan oleh Allah. Oleh lantaran itu, walaupun non-Muslim sekalipun, ia merupakan ciptaan Allah. Apabila kita menggunjing dia, sama saja kita menganggap ada kekurangan pada ciptaan Allah. Menganggap kurang pada ciptaan Allah mirip ini hukumnya makruh. 

Ketiga, membuang-buang waktu untuk hal yang tidak berfaedah. Menggunjing orang otomatis memakai waktu yang tidak ada keuntungannya sama sekali. Sebuah pekerjaan kurang baik. 

سُئِلَ الْغَزَالِيُّ فِي فَتَاوِيهِ عَنْ غِيبَةِ الْكَافِرِ. فَقَالَ: هِيَ فِي حَقِّ الْمُسْلِمِ مَحْذُورَةٌ لِثَلَاثِ عِلَلٍ: الْإِيذَاءُ وَتَنْقِيصُ خَلْقِ اللَّهِ، فَإِنَّ اللَّهَ خَالِقٌ لِأَفْعَالِ الْعِبَادِ، وَتَضْيِيعُ الْوَقْتِ بِمَا لَا يُعْنِي. الى ان قال وَأَمَّا الذِّمِّيُّ فَكَالْمُسْلِمِ فِيمَا يَرْجِعُ إلَى الْمَنْعِ مِنْ الْإِيذَاءِ،؛ لِأَنَّ الشَّرْعَ عَصَمَ عِرْضَهُ وَدَمَهُ وَمَالَهُ. 

“Imam Al-Ghazali pernah ditanya dalam fatwa-fatwanya wacana bagaimana aturan menggunjing orang kafir. Dia menjawab ‘Bagi seorang Muslim, menggunjing orang kafir ialah tidak boleh lantaran tiga alasan yaitu menyakiti hatinya, menganggap kurang (rendah) ciptaan Allah. Sesungguhnya Allah itu yang membuat semua berbagai gerak-gerik hamba-hamba-Nya. Dan boros terhadap waktu dengan dipakai untuk hal-hal yang tidak berguna.”

Kemudian, Imam Al-Ghazali menyatakan, kafir dzimmi hukumnya berlaku sebagaimana orang Islam dalam hal masing-masing tidak boleh disakiti. Sesungguhnya syara’ melindungi kehormatan, darah dan hartanya. (Ibnu Hajar al-Haitami, Az-Zawâjir, juz 2, halaman 27) 

Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya, Nabi Muhammad saw. bersabda:

“Barangsiapa memberikan sebuah perkataan yang menyakitkan kepada orang Yahudi atau Nasrani, orang itu berhak masuk neraka.” (HR. Ibnu Hibban) 

Ibnu Mundzir memiliki pandangan berbeda dengan Imam al-Ghazali. Ia melihat bahwa menggunjing non-Muslim tidak dosa alasannya ialah ada sebuah hadits yang mengisahkan, Rasulullah ditanya oleh sahabat, “Ya Rasulullah, apa yang dinamakan ghibah?” Kemudian Baginda Nabi menjawab, “Saat kau menceritakan saudaramu dengan hal yang tidak ia sukai.”

Rasul menyebut kalimat “saudaramu”. Padahal sebagaimana yang kita ketahui, namanya saudara ialah sesama Muslim. Orang non-Muslim itu bukan seagama, maka ia bukan saudara. Menggunjing mereka tidak dosa.

وَقَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ فِي قَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «ذِكْرُك أَخَاك بِمَا يَكْرَهُ» فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ مَنْ لَيْسَ أَخَاك مِنْ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى أَوْ سَائِرِ أَهْلِ الْمِلَلِ، أَوْ مَنْ أَخْرَجَتْهُ بِدْعَةٌ ابْتَدَعَهَا إلَى غَيْرِ دِينِ الْإِسْلَامِ لَا غِيبَةَ لَهُ. انْتَهَى

“Ibnu Mundzir menyoroti sabda Nabi Muhammad saw., ‘Saat kau menceritakan saudaramu dengan hal yang tidak ia sukai.’ Hadits ini memperlihatkan bahwa orang yang tidak menjadi saudara mungkin lantaran ia ialah seorang Yahudi, Kristen atau beragama lain, atau pula orang yang berbuat bid’ah, melaksanakan penemuan gres yang tidak Islami, maka menggunjing mereka tidak dinamakan ghibah.” (Ibnu Hajar al-Haitami, Az-Zawâjir, juz 2, halaman 27).

Wallahu A’lam


Load comments